This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 08 Februari 2011

Karakteristik Urang Sunda

Anu nonjol ti sajarah urang Sunda nyaeta wanohna urang sunda sareng kelompok lain. urang Sunda ngan bogai saeutik karakteristik tina sejarahna. Ayip Rosidi nguraikeun lima rintangan anu jadi alesan sesahna ngadefinisikeun karakter urang Sunda. Di antarana, anjena masihan contoh urang Jawa jadi hiji kelompok anu gaduh identitas jentre, benten pisan sareng urang Sunda kurang ngartos tina hal ieu.

Secara historis, urang Sunda teu ngulinkeun salah sahiji peranan penting tina urusan-urusan nasional. salah sawios kajadian anu penting parantos terjadi di Jawa Barat, ngan biasana kajadian- kajadian eta sanes kajadian anu ngagaduhan karakteristik Sunda. ngan saeutik urang Sunda anu jadi pamimpin, boh dina hal konsepsi atau implementasi tina aktivitas-aktivitas nasional. namung seueur urang Sunda anu dilibatkeun dimacem-macem kajadian di abad ka-20, namung secara statistik mah diungkapkeun maranehna teu terlalu berperan. di abad ieu, sajarah urang Sunda dina hakekatna mangrupakeun sajarah Urang Jawa.

Sabtu, 05 Februari 2011

Masuknya Islam ke Jepang

Tak banyak catatan mengenai masuknya Islam ke Jepang. Sebuah catatan menyatakan bahwa masyarakat Jepang mulai mengenal Islam sekitar 1887. Saat itu, Islam dianggap bagian dari pemikiran agama barat. Kisah kehidupan nabi Muhammad SAW banyak diterjemahkan dalam bahasa setempat pada tahun yang sama.
Islam pun mulai mendapatkan tempat dalam kajian intelektual masyarakat Jepang. Tahun 1890, pemerintah Turki dibawah Dinasti Usmaniah mengirimkan armada kapalnya, Ertugrul, ke Jepang. Sejak saat itu, hubungan diplomatik kedua negara ini pun terjalin. Dikemudian hari diketahui bahwa setelah menyelesaikan misinya, kapal yang bermuatan 609 orang ini tenggelam pada saat kembali ke Turki. Menurut catatan lain, Muslim pertama Jepang adalah Mitsutaro Takaoka, yang memeluk Islam pada 1909.
Kemudian mengubah namanya menjadi Omar Yamaoka setelah menunaikan ibadah haji. Adapula Bumpachiro Ariga, pada tahun yang sama ia pergi ke India untuk berniaga. Ia memeluk Islam disana kemudian mengganti namanya menjadi Ahmad ariga. Meski dalam studi selanjutnya menyatakan kemungkinan orang Jepang pertama yang memeluk Islam adalah Torajiro Yamada. Ia mengunjungi Turki untuk menyampaikan rasa duka atas tenggelamnya Ertugrul dan berislam disana namun komunitas Muslim di Jepang baru ada setelah terjadinya pengungsian muslim besar-besaran dari Turki, Uzbekistan, Tadjikistan Kirghiztan, Kazakhtan akibat revolusi Bolshevik selama perang Dunia I. mereka yang diizinkan untuk menetap dijepang bermukim disejumlah kota dan membentuk komunitas Muslim.
Komunitas Islam yang kecil ini, telah berhasil membangun sejumlah masjid paling penting adalah Mesjid Kobe, yang dibangun pada tahun 1935, serta mesjid Tokyo yang berdiri pada 1938. Selama perang Dunia II terjadi Islamic Boom di Jepang ditandai dengan berdirinya banyak organisasi dengan pusat kajian Islam. Juga banyak perwakilan Dunia Islam berdiri disana. Selama periode tersebut, lebih dari 100 judul buku dan jurnal diterbitkan di Jepang. Namun organisasi tersebut tak dikendalikan oleh orang Islam dan bukan untuk syiar Islam tujuan utamanya, adalah agar militer Jepang mendapatkan pengetahuan yang memadai mengenai Islam dan Muslim.
Sebab banyak wilayah yang diduduki tentara Jepang baik di China dan Asia Tenggara, dihuni oleh komunitas Muslim. Maka wajar saja jika organisasi dan pusat kajian Islam itu tak berfungsi lagi setelah Perang Dunia II berakhir. Angin Islam kembali masuk Negeri ini tahun 1973. Berbarengan dengan krisis minyak Dunia, Media massa di Jepang banyak mengekspos negara-negara Muslim khususnya di Jazirah Arab. Hikmahnya, banyak pula orang Jepang yang kemudian memeluk Agama Islam pada tahun-tahun berikutnya, Sejumlah mahasiswa Jepang menunutut ilmu dinegara-negara Arab. Baik di Umm Al-Qura Makkah Islamic University Madinah, Dawa College tripoli, maupun Qatar University. Hingga sekarang, komunitas Muslim terbesar di Jepang berasal dari Turki.
Sebelum massa peperangan, Jepang memang terkenal sangat bersimpati dan menjalin hubungan baik dengan muslim di asia tengah, khususnya Turki. Apalagi mereka juga kala itu menyatakan sikapnya anti – Soviet. Banyak juga tentara Jepang yang akhirnya memeluk Islam. Tentara Jepang yang muslim juga ada yang kemudian dikirimkan kenegara-negara Asia tenggara, seperti Malaysia. Para pilot, diperintahkan untuk mengucapkan La ilaha illa Allah pada saat mereka tertembak diwilayah tersebut ketika menjalankan tugasnya. Mereka bisa dianggap” Generasi tua “. Mereka menjadi kelompok minoritas pasca perang,dan merekapun kemudian bergabung dengan komunitas Muslim yang telah ada. Pada umumnya, orang-orang Jepang pada saat itu memiliki perasangka yang kuat terhadap Islam. Mereka menyatakan bahwa Islam adalah Agama asing yang berkembang di negara-negara miskin.
Dalam catatan lain dikisahkan bahwa invansi Jepang ke China dan negara-negara Asia tenggara selama perang Dunia ke -II membuka kontak antar orang Jepang dengan Muslim. Mereka yng memeluk Islam kemudian membentuk organisasi Islam pertama pada 1953. Namanya Japan Muslim Association, dan dipimpin oleh Sadiq Imaizumi . kemudian Sadiq digantikan olej Umar Mita. Ia adalah generasi muda Jepang ( kala itu ) yang mempelajari Islam diwilayah China dan dikuasai Jepang kala itu. Setelah perang berakhir ia menunaikan haji. Kiprah Mitta dalam syiar Islam di Jepang lumayan penting; dialah yang menerjemahkan Al-Quran menurut perspektif seorang Muslim untuk pertama kalinya.

Politik Islam Pada Sistem Pemerintahan

Konsep keadilan sosial seperti yang telah di gariskan islam tidak akan terterwujud dengan sendirinya. Ia perlu dilaksanakan dan alat pelaksananya. Diantara badan pelaksananya yaitu badan- badan dan lembaga-lembaga ekonomi (keuangan ) supaya sejalan dengan konsep islam mengenai keadilan sosial, maka islam pun telah menetapkan politik islam yang jelas dalam bidang pemerintahan dalam bidang ekonomi dan dalam bidang budaya, dan kepegawaian.
Pemerintahan dalam politik islam sangat di perlukan karena dalam sebuah pemerintahan hendaknya ada sebuah gerakan politik yaitu politik islam yang mana pilitik islam ini akan membawa pada sebuah aplikasi pengamalan dalam kehidupan beragama islam, yaitu dengan melaksanakan strategi pemerintahan yang bernuansa islam, seperti dalam penerapan tentang hukum dalam islam dan diaplikasikan dalam pemerintahaan yang secara keseluruhan bukan menganut azaz islam. Contoh di Indonesia terdapat umat islam yang mayoritas, namun masih belum juga terdapat penerapan hukum islam padahal itu sangat perlu untuk dilaksanakan apalagi sekarang kita lihat pemerintahan indonesia yang sebagaian menganut hukum hasil olah atau yang dihasilkan hukum dari negeri belanda yang mana pada waktu itu indonesia dijajah oleh belanda sekitar satu abad lebih maka jelaslah disana belanda berupaya menerapkan sebuah peraturan yang akan mengatur kehidupan di indonesia.
Di indonesia terdapat banyak organisasi islam yang menggembor-gemborkan untuk menuntut penerapannya syari’at islam khususnya di indonesia yang mana mayoritas adalah penduduk islam maka ini hal yang wajar dan perlu diperjuangkan, adapun mengenai keberadaan orang non islam maka disana banyak diatur tentang memahami dan memperlakukan non islam karena peraturan alam islam adalah peraturan atau hukum yang toleran dan selalu menjadi rahmat bagi semua.
Islam, bukan warisan.
Adalah sebuah pendapat sementara orang yang mengatakan bahwa organisasi islam ada serupanya dengan organisasi yang belum dikenal sebelum islam berada artinya ada sebelum dan sesudahnya. Padahal yang sebenarnya organisasi islam bukanlah warisan atau jiplakan dari sebelum dan sesudah islam organisasi islam berdiri akibat adanya sebagian atau sekumpulan orang yang berkeinginan untuk melakukan sebuah jama’ah (istilah islam) dalam melakukan sebuah pergerakan khususnya mengenai pergerakan demi kemajuan islam yang akan tercapai dengan berjama’ah.
Memang tidak sedikit organisasi -organisasi yang bermunculan sekarang ini kadang-kadang ada organisasi- organisasi buatan manusia, pada satu saat sejalan dengan Organisasi islam, dan pada ketika yang lain berselisih dan hanya membedakan pada sistem yang dipakai tapi meskipun demikian yang jelas bahwa organisasi islam adalah organisasi yang benar-benar beda dengan organisasi yang lain dan organisasi islam adalah organisasi yang berdiri sendiri dan tidak ada ikatan apa-apa dengan yang lain dari segi waktu tempat dan yang berlaku sejalan perjuangan islam itu banyak mengandung perbedaan antara organisasi islam dengan organisasi buatan manusia biasa saja.
Organisasi islam mempunyai cita dasarnya dan filsafat khasnya yang menjadi dasar dan sumber utama dalam segala bidang pada sebuah organisasi akan terdapat kesamaan dan perbedaan begitu juga dalam islam ada kesamaannya dengan ajaran-ajaran yang lain namun adakalanya juga banyak perbedaan dari beberapa sisi khususnya dari sistem yang mengatur berbagai aspek kehidupan yang plural ini.
Sayid Qutub berpendapat dan menulis hal yang berkenaan dengan ini :
“Semenjak lahir dan berkembangnya dunia sudah mengenal berbagai organisasi, adapun organisasi islam bukanlah satu diantaranya, bukan sandaran daripadanya dan bukan pula terambil dari kandungan keseluruhannya. Dia adalah organisasi yang tegak berdiri sendiri diatas kakinya original pikirannya , berdiri sendiri sistemnya dan kita wajib mengetengahkan sebagaian organisasi merdeka karena dia lahir merdeka dan bebas bejalan”.
Organisasi islam tegak diatas dua cita dasarnya yang terambil dari cita menyeluruh tentang alam kehidupan dan seluruhnya.
1. Cita kesatuan manusia dalam hal jenis, tabiat dan kejadian.
2. Cita islam adalah organisasi dunia yang abadi bagi dunia masa depan.
Tegaknya organisasi islam atas dua dasar ini berkesan pada tabiat dan tujuan yang dapat diperhatikan pada perundang-undangan dan tuntunan-tuntunannya pada politik pemerintah, pada politik ekonomi dan segala lembaga-lembaga yang ada didalamnya sesungguhnya organisasi islam ini tidak dibuat untuk satu bangsa dan tidak pula dibuat untuk satu angkatan, tetapi untuk semua bangsa dan untuk semua angkatan. Maka islam menetapkan semua asas-asas kemanusiaan lengkap pada semua perundang-undangan dan semua dan lembaga-lembaganaya membuat kaidah-kaidah yang umum dan prinsip-prinsip yang luas, sementara cara-cara pelaksanaannya diserahkan pada perkembangan jaman dan perkembangan waktu yang ada karena kadang-kadang hukum dan sistem bisa berubah tatkala dihadapkan pada sebuah kasus yang baru dan untuk penangananya itu berbeda hukumnya dan waktu yang tidak sama maka secara otomatis berbeda pula hukum yang dihadirkannya.
Pemerintahan islam dan fungsinya
Tentang pemerintahan islam dan fungsinya, al-Marhum Abdul Kadir Audah mengemukakan pendapatnya antara lain :
Apabila Allah telah mewajibkan untuk kita berhakim pada ajaran dan tuntutan yang telah diturunkan pada Rasul-Nya dan memerintah dengannya maka menjadi kewajiban bagi kaum muslimin untuk mendirikan suatu pemerintahan yang akan menegakkan perintah- perintah Allah ditengah- tengah mereka, dan tiap pribadi beribadah menjalankan hukum sesuai ajaran Allah sebagaimana mereka telah diperintah untuk melaksnakan ibadah puasa dan ibadah shalat serta ibadah yang lainnya.
Atas dasar ini apabila mendirikan negara atas dasar syari’at hukumnya wajib, maka wajib pula hukumnya mendirikan pemerintahan islam.
Fungsi pemerintahan islam, yaitu menegakkan perintah Allah atau dengan kata lain menegakkan islam sendiri dimana Al-Qur’an telah menugaskan kepada pemerintahan islam supaya memusnahkan syirik dan menguatkan islam, mendirikan sembahyang dan mengeluarkan zakat, menyuruh untuk beramal ma’ruf dan mencegah untuk berbuat munkar, mengurus kepentingan-kepentingan manusia yang diatur dalam batas-batas hukum Allah sesuai dengan firman-Nya:

“Allah telah menjanjikan kepada orang beriman dan beramal shalih akan mengangkat mereka menjadi Khalifah di atas bumi seperti telah dijanjikan khalifah atas orang-orang sebelum mereka yang akan menguatkan Agama yang diridhai oleh untuk mereka. Dan akan mengganti ketakutan mereka dengan keamanan. Mereka beribadah kepada-Ku dan tidak mempersekutukan Aku dengan apapun juga. Dan siapa-siapa yang kafir setelah itu, maka itu adalah kaum durjana”
Apabila pemerintahan telah bertindak menyuruh ma’ruf dan melarang munkar, maka itu berarti telah melakukan segala perintah Islam dan telah menhancurkan segala perbuatan yang bertentangan dengan Islam. Maka kewajiban pemerintahan Islam untuk menegakkan hukum yang berlandaskan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah yakni syariat Islam dan tidak boleh dalam bentuk keadaan bagaimanapun untuk menyimpang dan menjauh dari hukum Allah.
Apabila kewajiban-kewajiban perintah adalah pasti hukum wajibnya selama masih menjalankan hukum Allah, maka telah menjadi ketentuan pula bahwa tugasnya ialah menjalankan Allah dan menjalankan isi kitab-Nya.
Keadilan Pemerintahan
Politik Islam dalam bidang pemerintahan, didasarkan atas tiga prinsip yang akan mewujudkan kemakmuran dan kestabilan dalam menjalankan roda pemerintahan. Tiga prinsip tersebut yaitu:
1. Keadilan pemerintahan
2. Ketaatan rakyat
3. Musyawarah antara pemerintahan dengan rakyat
Menurut ajaran Islam, bahwa pemerintahan sejak dari kepala negara sampai kepada pegawai-pegawai yang terendah, haruslah berlaku adil dalam menjalankan pemerintahan dan menjalankan tugas-tugas pemerintahan. Keadilan haruslah menjadi pegangan mereka dalam segala hal dan waktu. Rakyat haruslah diperlakukan dengan adil dan bijaksana. Sebagaimana hal ini tercamtum dalam Al-Qur’an yang artinya:
“Sesungguhnya Allah memerintah untuk berlaku adil.” (QS. An-Nahl ayat 90).
Dan dalam ayat lain dijelaskan pula yang artinya:
“Apabila kamu memegang tampuk pemerintahan di tengah-tengah manusia, haruslah kamu memrintah dengan adil.” (QS. An-Nisa ayat 58).
Dan dijelaskan pula pada ayat yang lain yang artinya:
“Apabila kamu berkata, bicaralah dengan adil, sekalipun dengan kaum keluargamu.” (QS. Al-An’am ayat 152).
Dijelaskan juga dalam ayat yang lain yang artinya:
“Lantaran kebencianmu pada ssesuatu kaum, menyebabkan kaum tidak adil. Berlaku adillah karena keadilan paling dekat dengan takwa.” (QS. Al-Maidah ayat 8).
Dalam hal ini hadis nabi juga menerangkan yang artinya:
“Sesungguhnya orang yang paling dicintai Allah dan paling dekat kedudukannya dengan Allah di akhirat nanti, yaitu orang yang beriman dan yang adil, dan sebaliknya, orang yang paling dibenci Allah di hari kiamat dan paling dahsyat mendapatkan azab yaitu imam yang jahat.” (Al-hadis).
Keadilan sejati tidak akan terpengaruh dengan cinta atau benci, Tidak akan berubah oleh sayang dan marah. Keadilan yang sebenarnya tidak akan terwarnai oleh hubungan kerabat dan tidak pula oleh adanya permusuhan antar kaum. Semua pribadi umat mengenyam nikmat keadilan, tidak ada perbedaan di depan peradilan, karena turunan bangsa dan darah, karena harta dan pangkat, bahkan keadilan Islam meliputi umat-umat yang bukan Islam.
Keadilan Islam tidak hanya berupa, tetapi juga berwujud dalam kenyataan dan dalam kehidupan sehari-hari. Keadilan Islam meliputi segala kehidupan jasmaniah dan rohaniah. Keadilan adalah asas utamanya dalam Dakwah Islamiah. Mengenai hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an yang artinya:
“Maka karena itu, berdakwalah engkau dan berpendirian teguh sebagaimana yang telah diperintahkan. Janganlah engkau turuti hawa nafsu mereka! Katakan! Aku beriman dengan kitab-kitab Allah dan aku diperintah agar berlaku adil diantara kamu. Allah adalah Tuhanku dan Tuhanmu.” (QS. As-Shura: 15).
Ketaatan Rakyat
Sebagaimana Islam mengharuskan adilnya pemerintahan dalam segala bidang pemerintahan, maka Islam juga mengharuskan adanya ketaatan rakyat pada pemerintahan yang adil tersebut. Sebagaimana Al-Qur’an menjelaskan yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, taat dan setialah kepada Allah dan kepada Rasul-Rasul-Nya, serta kepada kepala pemerintahan-Nya (ulil amri).” (QS. An-Nisa: 59).
Dalam hal ini Allah menghubungkan ketaatan pada ulil amri. Dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul. Ini berarti bahwa ketaatan ada hubungannya dengan pelaksanaan syariat Allah dan Rasul, karena waliyul-amri dalam Islam tidak ditaati karena pribadinya, tetapi karena menjalankan ajaran- ajaran Allah dan Rasul-Nya.
Selama waliyullah amri masih menjalankan syariat Allah dan Rasul, selama itu pulalah berlaku hukum wajib taat bagi rakyat. Dan apabila waliyullah amri telah menyeleweng dari syariat Islam, maka jatuhlah hukum wajib taat kepadanya.

Peranan Agama Dalam Globalisasi

Agama telah mampu mempertahankan diri hingga hari ini, namun sebarapa jauh ia telah berubah dan dapatkah ia menyesuaikan diri dengan kemajuan zaman? Gerakan modernisasi dan globalisasi menghadapkan agama kepada berbagai persoalan pelik, persoalan yang sedang dan akan terjadi jika peranan agama tidak betul-betul diberdayakan dalam kehidupan masyarakat-khususnya masyarakat muslim dan agamanya itu sendiri yaitu Islam.
Pada tanggal 28 Agustus samapai dengan 5 September 1993 di Chicago, Amerika Serikat, berlangsung sebuah pertemuan penting tingkat dunia, yaitu konferensi Parlemen Agama-agama Sedunia (World Parlement of Religions). Konferensi ini melahirkan sebuah keputusan yang mempersatukan agama dalam melawan cara hidup yang tidak beragama, serta bersama melakukan kebijakan bagi kepentingan perbaikan ummat manusia, dari berbagai hal, baik pemahaman terhadap kitabnya masing-masing, dan lebih jauh membahas tarap kehidupan sosial antara masyarakat pemeluk agama.
Kita melihat agama pada abad sekarang memang betul-betul dihadapkan pada permasalahan yang amat pelik, dikarenakan adanya era modernisasi dan globalisasi pembangungan.
Fenomena ini tak dapat dielakkan begitu saja, sebagai alasan karena ini merupakan sebuah kemajuan disatu sisi, sebab manusia mempunyai naluri yang produktif dalam artian bahwa manusia dapat mengembangkan potensi yang ada, yaitu kemajuan berpikir dan berkarya, salah satunya adalah globalisasi. Dan selanjutnya kita mengkaitkan globalisasi sebagai dasar kebudayaan manusia yang memang terus berkembang dengan pesat, dari berbagai sektor baik sosial, ekonomi, politik dan bioteknologi.
Ide dasar dari globalisasi adalah ditandainya dengan pesatnya perkembangan paham kapitalisme, yakni kian terbuka dan mengglobalnya peran pasar, investasi dan proses produksi dari perusahaan-perusahaan transnasional, yang kemudian dikuatkan oleh ideologi dan tata perdagangan dunia baru dibawah suatu aturan yang ditetapkan oleh organisasi perdagangan bebas secara global, walaupun apa yang menjadi aturan globalisasi itu pun belum jelas.
Sedangkan agama pun mempunyai norma-norma yang dianggap abadi, dan harus ditegakkan dengan segala konsekwensinya. Salah satu konsekwensi tersebut adalah penumbuhan aturan-aturan agama kedalam aturan-aturan masyarakat (Abdurrahman Wahid, "Pergulatan Negara, Agama dan Kebudayaan"). Dan agama merupakan faktor utama dalam mewujudkan pola-pola persepsi dunia bagi manusia. Persepsi-persepsi itu mempengaruhi perkembangan dunia dan menentukan cara manusia menundukkan dirinya didunia ini. Sebaliknya manusia mempunyai sejarah yang memaksakan perubahan dan penyesuaian terus menerus kaitannya dengan kegiatan manusia yang mempunyai dasar potensi pengembangan lebih-lebih dalam masyarakat yang sedang berubah dengan pesat.
Dalam hal ini kita tidak ingin adanya dikotomi, sebagai sample bahwa agama adalah sumber berbagai hambatan sosial dan mental yang perlu diatasi untuk mensukseskan pembangunan dan perubahan-perubahan yang signifikan bagi harapan dan kelayakan hidup yang digambarkan oleh program globalisasi. Pun sebaliknya globalisasi juga melahirkan kecemasan-kecemasan, bagaimana dengan permasalahan sekitar pemiskinan rakyat dan marjinalisasi rakyat, serta persoalan keadilan sosial. Dan sekaligus timbul pertanyaan bagi kedudukan globalisasi, apakah dalam hal pembangunan ini dapat memastikan harapan-harapan yang dinginkan oleh masyarakat banyak? Terutama masyarakat miskin, dan menumbuhkan keadilan sosial?
Kembali pada pengertian diantara keduanya yaitu Agama dan Globalisasi. Agama sebagai pandangan dunia dapat di terangkan bahwa mengatur dengan petunjuk-petunjuknya, pada seluruh bidang kehidupan manusia, dan agama pun mempunyai tujuan-tujuan yang mulia yaitu dengan menjanjikan kebahagiaan, dengan ini hendak dikatakan bahwa berbagai bentuk kepercayaan dan ideologi yang implementasinya diyakini akan mendatangkan kebahagiaan, tak kalah dengan tujuan-tujuan yang dicanangkan oleh program globalisasi, bahwa ini pun menjanjikan kebahagiaan, kelayakan kehidupan ummat manusia.
Wilayah yang sama dan tujuan yang sama adalah kepentingan manusia dalam ragka pemenuhan kebutuhan hidup, sesuatu yag dpaat memberikan manusia kegairahan dan kebahagiaan, untuk memperoleh yang terakhir (kebahagiaan) manusia mencangkuli wilayah tertentu dari agama secara besar-besaran; sedemikian rupa sehingga menimbulkan suatu ironi bahwa petunjuk-petunjuk agama yang semula berpretensi untuk menciptakan suasana "kekudusan" dalam diri manusia yang sompong, kini justru ditantang untuk menyesuaikan diri dengan suasana kepuasan manusia.
Globalisasi yang mana di isukan dibuat dan dicanangkan oleh kapitalisme menimbulkan peristiwa yaitu krisis pembangunan, yang terjadi di Asia Timur yang selama ini dijadikan teladan keberhasilan pembangunan dan keberhasilan kapitalisme Dunia ketiga tengah mengalami kebangkrutan dan terjadinya ekploitasi manusia atas manusia yang lain.
Jika kita lihat kembali, bahwa pembangunan-sebagai implikasi dari program globalisasi tidak patut dipersalahkan disatu pihak, dipihak lain agama yang mempunyai peran sebagai media spritual tidak lantas dituduh dan dijadikan alasan penghambat pembangunan, uraian diatas merupakan refleksi terhadap peranan dan perjalanan agama-maupun perubahan yang diciptakan oleh insting manusia yang selalu menuntut perubahan di satu pihak, dipihak lain agama mempunyai aturan yang harus dijalankan.
Hubungan antara agama dan kebudayaan ( yang direfleksikan dengan globalisasi) merupakan suatu yang ambivalen, sama-sama kalau boleh berprasangka-membutuhkan, karena kalau kita lihat agama banyak memanfaatkan kebudayaan manusia dan sebaliknya kebudayaan sendiri mendatangkan istilah agama, yang melalui perenungan dan pemikiran manusia.
Sejak dikembangkannya kesepakatan The Bretton Woods di Amerika Serikat yang sesungguhnya didorong oleh kepentingan perusahaan-perusahaan transnasional dan yang merupakan aktor terpenting dari globalisasi, unsur-unsur yang menyebabkan kehancuran globalisasi disini adalah adanya paksaan-paksaan, globalisasi yang tadinya untuk mensejahterakan manusia ternyata melebihi batas, contoh yang telah dikemukakan diatas yaitu dengan mengeksploitasi manusia dengan tanpa kejelasan dan sebab yang menjadi dasar eksploitasi.
Akibatnya, pada saat ini telah mulai tumbuh gerakan-gerakan tantangan maupun resistensi terhadap globalisasi baik di tingkat internasional maupun tingkat lokal. Area-area resistensi dan tantangan terhadap globalisasi tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut:
Pertama, tantangan gerakan kultural dan agama terhadpa globalisasi, sudah lama terdapat fenomena lahirnya gerakan yang berbasis agama maupun gerkakan rtesistensi budaya melalui pembangunan dan globalisasi. Gerkaan berbasis agama ini timbul dimana-mana dan dengan label bermacam-macam pula.
Kedua, tantangan dari new social movement dfan Global civil society terhadap globalisasi new social movement adalah geraka sosial untuk menentang pembangunan dan globalisasi, seperti gerkan hijau, feminisme, gerakan masyarakat akar rumput. Misalnya saja gerakan resistensi terhadap pembangunan dam dibeberapa tempat diasia.
Ketiga, tantangan gerkan likungan terhadap globalisasi. Meskipun tidak semua gerakan lingkungan secara langsung menentang globalisasi, berkembangnya gerakan lingkungan untuk pemberdayaan rakyat (eko-populisme) dan gerakan lingkungan yang dipengaruhi kesadaran lingkungan bersumber dari barat. Gerakan ini banyak di pengaruhi oleh pikiran Rachel Catson dalam "Silent Spring" yang membongkar tentang kerusakan ekosistem dunia yang diakibatkan praktyek ekonomi modern seperti penggunaan kimia dalam pertanian.
Sementara itu, eko-populisme, lahir sebagai keprihatinan terhadap rusaknya lingkungan karena juga menghancurkan kehidupan rakyat sekitarnya oleh sebab itulah gerakan lingkungan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari gerakan hak-hak perlindungan adat, dalam pada itu muncullah gerakan resistensi lingkungan didunia ke-tiga seperti grakan masyarakat Chipko (Hipko Movement) di india, yakni suatu gerakan , terutama kaum perempuan menentang perusahaan penebangan hutan. Walhi , suatu organisasi jaringan gerakan lingkungan di Indonesia dalam perjalanan organisasinya juga menjadi gerakan resistensi terhadap globalisasi. (yang ditulis oleh Dr. Mansour Fakih dalam Bukunya yang berjudul "Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi").
Bicara tentang modernitas dengan segala manfaat dan mudaratnya sudah menjadi fakta keras dalam kehidupan manusia modern. Tak seorangpun dapat lari dari padanya. Ia sepenuhnya sudah memembuana. Islam sebagai agama yang monoistik terakhir sesudah Yudaisme dan agama Kristen harus membuka matanya lebar-lebar untuk belajar secara kritikal dari pengalaman sejarah para pendahulunya. Pelajaran tentang keberhasilan atau kegagalan mereka dalam menghadapi tantangan zaman menjadi sangat krusial bagi islam yang sekarang, demi menentukan posisi globalnya sendiri untuk turut menyelamatkan masa depan manusia dari serbuan nihilisme dan berpartisipasi dalam membangun sebuah duniayang adil dan damai. Bersama dengan agama-agama yang lain, islam harus tanpa henti mempelopori lahirnya paradigma baru bagi sebuah tatanan dunia berdasarkan nilai-nilai spiritual yang ditawarkan oleh semua. Paradigma lama berupa " kita versus mereka" sekalipun masih dipegang oleh segelintir orang, sudah tidak sejalan lagi dengan perasaan yang kuat tentang tunggalnya kemanusiaan. Doktrin ini secara berangsur tetapi pasti telah dimiliki semua agama dan kebudayaan. Dengan modal ini, maka ada harapan bagi sebuah hari depan yang baik dan damai bagi jenis kita sebagai homo sapiens, manusia bijak.

Bangsa Yang DiHancurkan Oleh Allah SWT

Apabila kita pergi Yordania, sebuah negeri kerajaan di sebelah utara Arab Saudi. Di sana ada sebuah daerah bernama Lembah Rum atau Lembah Petra yang menyimpan peninggalan purbakala nan mempesona. Di lembah itu Anda dapat menemukan bangunan-bangunan indah dan besar seperti istana kekaisaran Romawi. Keindahan dan kekokohan bangunannya memang bisa membuat Anda berdecak kagum. Tapi yang lebih mengagumkan dan akan membuat Anda geleng-geleng kepala, ternyata bangunan itu dibuat dengan cara memahat bukit-bukit batu cadas. Orang modern sekarang ini pun belum tentu dapat membuat bangunan seperti yang mereka buat. Siapakah mereka yang membuat bangunan menakjubkan itu?
Kaum Tsamud
Para pembuatnya adalah kaum Tsamud, ummat Nabi Shalih, sebagaimana dikisahkan dalam Al-Quran: Dan kepada kaum Tsamud (Kami telah mengutus) saudara mereka, Shalih. Ia berkata, “Hai kaumku, sembahlah Allah, tidak ada Ilah bagi kalian selain-Nya... Kalian dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kalian pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kalian merajalela di muka bumi membuat kerusakan.” (Surat Al-A’raaf ayat 73-74).
Pada ayat lain mereka disebut Ashabul-Hijri (penduduk kota Al-Hijr): Dan sesungguhnya penduduk (kota) Al-Hijr telah mendustakan para rasul, dan Kami telah mendatangkan kepada mereka (tanda-tanda) kekuasaan Kami, tetapi mereka selalu berpaling darinya. Dan mereka memahat rumah-rumah dari gunung batu (yang didiami) dengan aman. (Surat Al-Hijr ayat 80-82).
Kaum Tsamud adalah kaum yang mengingkari ajaran Nabi Shalih, bahkan mereka menyembelih unta betina yang merupakan mu’jizat Nabi Shalih, lalu menantang kedatangan adzab buat mereka. Tantangan itu dijawab Allah dengan menimpakan benca gempa atas mereka.
“Karena itu mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat tinggal mereka.” (Surat Al-A’raaf ayat 78).
Pada ayat lain dikatakan, Allah juga mengirimkan bencana petir yang dahsyat: Dan adapun kaum Tsamud maka mereka telah Kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) dari petunjuk itu, maka mereka disambar petir adzab yang menghinakan disebabkan apa yang telah mereka kerjakan. (Surat Fushilat ayat 17)
Demikian dahsyatnya bencana yang Allah timpakan itu sehingga tiada seorang pun kaum Tsamud yang tersisa. Mereka punah: Dan kaum Tsamud, maka tidak seorang pun yang ditinggalkan-Nya (hidup). (Surat An-Najm ayat 51). Sehingga, kata Allah dalam Al-Quran, seolah-olah kaum Tsamud tidak pernah ada di muka bumi ini: Seolah-olah mereka belum pernah berdiam di tempat itu. Ingatlah, sesungguhnya kaum Tsamud mengingkari Rabb mereka. Ingatlah, kebinasaanlah bagi kaum Tsamud. (Surat Huud ayat 68)
Yang menakjubkan, meski petir yang Allah kirim itu memusnahkan seluruh kaum Tsamud namun bangunan hasil karya mereka tetap dibiarkan utuh oleh-Nya. Maksudnya tak lain agar menjadi bukti bagi kita, kaum yang hidup sesudahnya, tentang keberadaan suatu kaum ahli bangunan yang telah Allah binasakan karena kekafiran mereka.
“Dan (juga) kaum ‘Aad dan Tsamud, dan sungguh telah nyata bagi kamu (kehancuran mereka) dari (puing-puing) tempat tinggal mereka...” (Surat Al-Ankabut ayat 38)
Kalau kita telaah isi Al-Quran ternyata tidak cuma kaum Tsamud yang punah dari muka bumi ini. Ada sejumlah kaum lain yang juga telah Allah binasakan, sebagaimana Dia jelaskan pada Surat At-Taubah ayat 70: “Belumkah datang kepada mereka berita penting tentang orang-orang yang sebelum mereka, (yaitu) kaum Nuh, `Aad, Tsamud, kaum Ibrahim, penduduk Madyan, dan (penduduk) negeri-negeri yang telah musnah? Telah datang kepada mereka rasul-rasul dengan membawa keterangan yang nyata; maka Allah tidaklah sekali-kali menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.”
Bahkan di samping itu masih banyak lagi kaum atau bangsa yang telah Allah binasakan, meski tidak disebut namanya secara eskplisit dalam Al-Quran. “Dan (Kami binasakan) kaum ‘Ad dan Tsamud dan penduduk Rass dan banyak (lagi) generasi-generasi di antara kaum-kaum tersebut.” (Surat Al-Furqaan ayat 38).

Babasan Jeung Paribasa

1. Atah Anjang = Langka Silih Anjangan
2. Adigung Adiguna = Takabur, Sombong
3. Ambek Nyedek tanaga Midek = Nafsu gede tapi tanaga euweuh
4. Anjing Ngagogogan kalong = Mikahayang Nu lain- lain
5. Adat kakurung ku Iga = Lampah Goreng Hese Leungitna
6. Alak Paul = Jauh Pisan
7. Aki-aki tujuh Mulud= Geus kolot Pisan
8. Ayem Tengtrem = Tenang teu aya kasieun
9. Asa teu Beungeutan = Awahing ku era
10. Anu Borok dirorojok = Nu titeuleum Di Simbeuhan = Mupuas kanu Keur Cilaka
11. Amis = Hade Paroman
12. Aya jurig Tumpak Kuda = aya Milik Nu teu disangka-sangka
13. Aya jalan Komo meuntas = Aya Kahayang aya Nu ngajak
14. Awewe Dulanhg tinande = Awewe nurutkeun kahayang salaki
15. Amis Daging = Babarian Katerap Panyakit
16. Abong Letah teu Tulangan = Sagala dicaritakeun sanajan pikanyeurieun Batur
17. Ari umur Tunggang Gunung, Angen-angen pecat sawed = Ari Umur geus Kolot, ari kahayang jiga Budak ngora
18. Agul Ku Payung Butut = Agul Ku Turunan
19. Aya Pikir Kadua leutik = Aya Kahayang
20. Asa ditonjok Congcot = Ngarasa Bungah Pisan
21. Adean Ku kuda Beureum = Ginding Ku Pakean Meunang Nginjem
22. Birit Aseupan = teu Daek Cicing
23. Biwir Nyiru Rombengeun = Resep Nyaritakeun Rusiah Atawa Kasalahan Batur
24. Bengkung ngariungbongkok ngaronyok = sauyunan, Ngariung Babarengan
25. Beurat Birit = Hese Dititah
26. Bali Geusan Ngajadi = Lemah Cai Kalahiran
27. Balungbang Timur = Nuduhkeun Hate Beresih
28. Bobo Sapanon Carang Sapakan = Aya Kakurangan
29. Bilatung Ninggang dage = Bungah Pisan
30. Batok Bulu eusi Madu = Ninggang Lain Pitempatenana
31. Badak Cihea = Degig
32. Bonteng Ngalawan Kadu = Nu hengker ngalawan Nu Bedas
33. Babalik Pikir = Insap
34. Balik Pepeh = Nu gering teu daek Cicing
35. Balik Ka Temen = Asal banyol Jadi Pasea
36. Buntut Kasiran = Medit
37. Bodo Alewoh = Bodo Tapi Daek tatanya
38. Bodo Kawas kebo = Bodo Kacida
39. Beja mah Beja = Beja Ulah Waka dipercaya
40. Bancang Pakewuh = Pikasusaheun
41. Budak keur meujeuhna Bilatung Dulang = Keur Meujeuhna Beuki dahar
42. Bulu Kapaut = Kabawa kuBatur
43. Balabar Kawat = Beja Nu sumebar
44. Beak Dengkak = sagala ikhtiar geus diusahakeun tapi teu hasil Bae
45. Batan Kapok Galah Gawok = Batan Eureu kalah Maceuh
46. Buruk- Buruk Papan Jati = Hade Goreng dulur Sorangan
47. Cueut Kahareup = Tereh Maot
48. Deukeut- Deukeut Anak Taleus = Deukeut Tapi taya nu nyahoeun
49. Disakompet daunkeun = Disamarutkeun
50. DibejerBeaskeun = Dijentrekeun, Dieceskeun
51. Dog dog Pangewong = Acara Panambah
52. Dibabuk Lalaykeun = Dibabuk Kenca Katuhu
53. Dagang Oncom rancatan Emas = Teu Saimbang
54. Dihin Pinasti Anyar Pinanggih = Papantes Geus ditangtukeun ku Gusti Alloh
55. Dug Hulu Pet Nyawa = Usaha satekah Polah
56. Elmu Ajug = Bisa Mapatahan Batur, Ari Sorangan teu Bisa Ngamalkeun
57. Gantung Denge = Masih dedengeun
58. Ginding Kekempis = Ginding tapi Sakuna Kosong
59. Gede Gunung Panaggeuhan = Boga andeleun, Pedah Boga Dulur Beunghar
60. Garomengmengeun = Taya Kasabaran
61. Galehgeh Gado = Sagala Di Caritakeun
62. Garo Singsat = Pagawean Awewe Dina aya ka teu Panuju
63. Gurat batu = Pageuh Kana Jangji
64. Goong saba Karia = nonjolkeun Maneh sangkan kapake ku dunungan
65. Goong nabeuh Maneh = Ngagulkeun Diri sorangan
66. Getas hareupan = Gancang Nafsu
67. Gindi Pikir Belang Bayah = Goreng Hate
68. Hampang Birit = Daekan Kana Gawe
69. Hambur congcot murah Bacot = Goreng Carek Tapi berehan
70. Heuras geunggerong = Omongana Sugal
71. Hade Gogog Hade Tagog = Jalma Sopan
72. Hutang salaput Hulu = hutangna Kaditu Kadieu
73. Hurung Nangtung Siang leumpang = Nu Beunghar pangabogana dipake
74. Hejo tihang = Sok Pundah Pindah Gawean
75. Harigu Manukeun = Dadana Nyohcor Kahareup
76. Haripeut Ku teuteureuyan = Gampang Ka picot Ku pangbibita
77. Harewos Bojong = Ngaharewos tapi Kadenge Ku Batur
78. Mandap Lanyap = Omongana lemes Tapi ngahina
79. Halodo sataun Lintis Kuhujan sapoe = kahadean mang taun- taun leungit ku kagorengan sakali
80. Heureut Pakeun = Kurang Kaboga
81. Hampang leungeun = gancang tunggal teunggeul
82. Iwak Nantang sujen = Ngadeukeutan Pibahayaeun
83. Inggis Batan Maut Hinis = Paur Pisan
84. Jalma Atah Warah = Teu Narima Didikan Sacukupna
85. Jati Kasilih ku Junti = Pribumi Kaelehkeun Ku Semah
86. Jauh-Jauh Panjang gagang = jauh- jauh teu Beubeunangan
87. Kawas anjing Tutung Buntut = Teu Daek Cicing
88. Kawas Anjing Kadempet Lincar = Gogorowokan Menta Tulung
89. Kawas Bueuk Meunang Mabuk = Ngeluk taya tangan pangawasa atawa jempe teu nyarita
90. Kurung Batok = Tara indit- inditan jauh
91. Kawas Beusi Atah Beuleum = beungeutna Beureum awaning Ambek
92. Kokolot Begog = Budak Pipilueun Kana Urusan Kolot
93. Kawas nu dipupul Bayu = Leuleus taya tangan Pangawasa
94. Kumaha Geletuk Batuna, Kecebur caina = Kumaha Brehna
95. Kejot Borosot = Gampang nyokot kaputusan teu dipikir heula
96. Kabawa ku sakaba- kaba = Kabawa ku nu teu puguh
97. Kahieuman Bangkong = Jiga beunghar Pedah katitipan barang batur
98. Katempuhan Buntut Maung = batur nu boga dosana urang nu katempuhanana
99. Kawas cai dina daun taleus = Taya Tapakna
100. Kawas jogjog mondok = teu daek repeh
101. Kelek jalan = Deuket tapi jalanna taya nu lempeng
102. kawas jaer kasaatan = teu daek cicing
103. kawas gaang katincak = jempe
104. kawas hayam panyambungan = lumbang- limbung teu puguh
105. Kawas kuda leupas tina gedogan = ngarasa bebas
106. Kaciwit kulit kabawa daging = anak nu boga dosana, kolot nu kababawana
107. Kandel kulit beungeut = euweuh kaera
108. Kujang dua pangadekna = pagawean nu maksudna dua cabak
109. Kokoro manggih Mulud = makmak- mekmek
110. kawas kedok bakal = goreng patut pisan
111. kaliung kasiput = loba baraya beunghar
112. kawas kapuk ka ibunan = leuleus taya tangan pangawasa
113. Kalapa Bijil ti cungap = rusiah dicaritakeun sorangan
114. kawas kacang ninggang kajang = nyariatna capetang tur gancang
115. kawas nyoso malarat rosa = malarat pisan
116. Kulak canggeum = milik nu geus ditangtukeun
Ku gusti Allah
117. Kembang Buruan = Budak Nu keur Resep Ulin
118. Kawas leungeun Palid = Uyap ayap teu daek cicing
119. kawas lauk asup kana bubu = hese rek kaluar
120. Kawas merak = beuki kana cengek

“Nu salajengna ke nyusul”
(Ruhie_Taqy)

Sejarah Suku Sunda Terkuak

Prasasti koleksi Museum Adam Malik Jakarta, ikut memperkuat dugaan adanya kesinambungan Kerajaan Pasundan dengan Kerajaan Mataram Hindu di Jawa Tengah. Bahkan bila dikaitkan dengan temuan – temuan prasasti di Jawa Barat termasuk temuan tahun 90-an, prasasti ini ikut memberi titik terang sejarah klasik di Tanah Pasundan yangselama ini masih gelap.

Kepala Bidang Arkeologi Klasik pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) Dr Endang Sri Hadiati didampingi peneliti arkeologi spesialis Sunda, Richadiana Kartakusuma SU, mengemukakan itu saat ditemui Kompas di ruang kerjanya di Jakarta, Senin (20/2). Keduanya ditemui dalam kaitan dengan Sejarah Klasik Sunda yang selama ini masih gelap, bila dibanding dengan sejarah klasik di Jawa Tengah, yang telah mampu memberikan sejarah lebih runtut.
Bila benar dugaan adanya kesinambungan antara Raja Sunda dan Jawa Tengah ini, maka ini merupakan asumsi sejarah baru dalam perkembangan sejarah nasional selama ini. Endang Sri Hadiati menyatakan, kesinambungan atau adanya dugaan hubungan antara Kerajaan Pasundan dan kerajaan di Jawa Tengah itu disebut-sebut dalam lontar Carita Parahiyangan yang ditemukan Ciamis, Jawa Barat.
Lontar yang ditemukan tahun 1962 ini mengisahkan tentang raja-raja Tanah Galuh Jawa Barat. Salah satu lontar dari Carita Parahiyangan yang belum diketahui angka tahunnya itu di antaranya menyebut nama Sanjaya sebagai pencetus generasi baru yang dikenal dengan Dewa Raja.
Apa yang disebut dalam Carita Parahiyangan, menurut Richadiana, ada kesamaan makna dengan prasasti yang ditemukan di Gunung Wukir, yang berada di antara daerah Sleman dan Magelang (Jawa Tengah). Prasasti batu abad VII yang kemudian disebut sebagai Prasasti Canggal itu secara jelas menyebut, bahwa di wilayah itu telah berdiri wangsa atau kerajaan baru dengan Sanjaya nama rajanya, atau dikenal kemudian sebagai Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya. ‘Saya belum berani memastikan adanya kesinambungan Raja Sunda dan Jawa. Yang pasti, Carita Parahiyangan yang berisi tentang cerita raja-raja Galuh itu, salah satunya menyebut nama Sanjaya yang membuat kerajaan baru, dan itu sama persis yang disebutkan dalam prasasti Canggal di Jawa Tengah,” tegas Richadiana.
Menurut Richadiana, dugaan itu diperkuat pula dengan prasasti yang dikoleksi oleh Adam Malik (almarhum), yang dikenal dengan prasasti Sragen (ditemukan di Sragen Jateng). Richadiana tidak tahu persis kapan prasasti itu dikoleksi Adam Malik. Yang pasti, prasasti itu isinya juga bisa menjadi fakta adanya dugaan kesinambungan antara Kerajaan Pasundan dan Jawa.
Dua abad hilang
Endang Sri Hadiati dan Richadiana mengakui, sejarah Pasundan memang masih gelap, artinya belum mempunyai alur sejarah yang mendekati pasti.”Tonggak sejarah klasik Jawa Barat hanya pada 6 buah prasasti Raja Tarumanegara sekitar abad V. Temuan prasati lain tidak mendukung adanya kelanjutan sejarah, karena selisih waktunya berabad-abad,” tandasnya. Namun begitu, jika dicermati dan dikaitkan dengan temuan tahun 90-an ini, sebenarnya hanya rentang waktu dua abad saja sejarah Klasik Sunda yang hilang, bila dihitung sejak Raja Tarumanegara, yaitu antara abad ke V – VII.
Richadiana mengatakan, setelah abad Raja Tarumanegara V sampai abad ke VII memang tidak ditemukan prasasti. Namun lontar Carita Parahiyangan mengisahkan adanya kehidupan raja-raja di Tanah Galuh pada abad VII, disusul kemudian adanya temuan prasasti abad VIII Juru Pangambat. Prasasti ini ditemukan di seputar prasasti Tarumanegara, yang mengisahkan tentang adanya seorang pejabat tinggi yang bernama Rakai Juru Pangambat.
Menurut Richadiana, prasasti Huludayueh yang ditemukan di Cirebon tahun 1990 mengisahkan bahwa antara abad 10 sampai 12 hidup seorang Raja bernama Pakuan. Sebelum itu ditemukan prasasti di Tasikmalaya yang dikenal dengan prasasti Rumatak. Prasasti berangka tahun 1.030 ini mengisahkan bahwa pada masa itu hidup seorang Raja Jaya Bupati. ‘Sebenarnya kalau kita runut prasasti-prasasti itu sudah mengindikasikan adanya urutan sejarah klasik Sunda. Tidak ada peminat yang mempelajari sejarah klasik orang Sunda, selain orang Sunda sendiri. Itu yang menyebabkan sejarah Sunda seperti merana,’ tegasnya. (top)
Disadur dari :
KOMPAS, Selasa, 21-02-1995. Hal. 16
PUSAT INFORMASI KOMPAS
Judul asli : Sejarah Sunda mulai terkuak

Naskah Sunda Kuno ( Sanghyang Siksakandang Karesian)

SSKK ( Sanghyang Siksakandang Karesian)

Ieu aya jurus pikeun ngelmu:
Tadaga carita hangsa
Gajendra carita banem
Matsyanem carita sagare
Puspanem carita bangbarem
Telaga dikisahkan angsa
Gajah mengisahkan hutan
Ikan mengisahkan laut
Bunga dikisahkan kumbang
Maksudna, guguru atawa ngelmu kudu kaahlina.
Bahasana nyastra simbolik semu lucu:
Hayang nyaho leuweung, gajah tanya
Hayang nyaho laut, lauk tanya
Hayang nyaho kembang, kumbang tanya
Hayang nyao situ, angsa tanya
Kaci ditambahan
Hayang nyaho kasenang, tanya nu seuri
Hayang nyaho kasedih, tanya nu ceurik
Oleh : Ruhi Rauhullah Attaqy

Kamis, 06 Januari 2011

Ki Sunda Siapakah Dikau? dan Bagaimana Keadaanmu?

Oleh: H. Rahmat
Sebelum masuk kedalam materi pokok, lebih dahulu saya ingin mengajak para ksatria sunda untuk tidak berhenti dan segan terus membicarakan dan memperjuangkan Ki Sunda. Etnis Sunda bukan muncul begitu saja, melainkan sengaja diciptakan oleh Allah. Bersama etnis-etnis lainnya dengan maksud saling mengenal. Yang paling mulia diantara bangsa-bangsa itu ialah yang paling Taqwa (QS. 49:13). Orang sunda mencintai Sunda dan segala yang berkait kepadanya, merupakan tanda syukur kepada penciptanya. Karena itu, perjuangan Ki Sunda memuliakan Sunda bisa menjadi Ibadah.
Bangkitnya Sunda akan merupakan suatu peristiwa yang besar dan pasti akan berawal dari wacana. Agar wacana kita bisa menjadi kenyataan yang menguntungkan, bukan hanya merebutkan paisan kosong mari kita arahkan wacana kita kesana. Mari kita samakan sudut pandang dengan menyepakati siapa sebenarnya yang dimaksud ki Sunda?, sedang dalam keadaan bagaimana sekarang ini, dan apa yang dikehendakinya?
Disamping banyak dari kita yang sudah bisa mendengar dan menggunakan kata “Ki sunda”, banyak yang bertanya-tanya mengapa memakai gelar “Ki” dan siapa sebenarnya ki sunda itu?. “Ki” adalah sapaan hormat kepada lelaki dewasa, tetapi berusia lebih muda dari penyapa. Saya yakin bahwa yang memberikan sapaan ini bukan berarti merasa lebih tua tetapi dengan tujuan menghormat.
Ada yang mengatakan bahwa “Ki Sunda” adalah seluruh orang sunda, namun sebetulnya “Ki Sunda” memiliki makna khusus yaitu sekelompok urang sunda yang mencintai sunda dan memperjuangkan kemuliaan Sunda. Merekalah yang lebih pantas mendapatkan kehormatan itu, mereka adalah elitenya Urang Sunda.
Sebelum Islam masuk ke tatar Sunda, urang sunda sudah mempunyai keyakinan dan filsafat hidup (Agama Sunda) yang monoteistis seperti intinya ajaran Islam. Maka jika Ki Sunda diartikan sebagai elite urang Sunda Yang pantas dihormati karena mencintai dan memperjuangkan kemuliaan Sunda sebagai tanda bersyukur kepada sang pencipta, Itulah Ki Sunda.
Adapun keadaan ki sunda sekarang adalah hampir punah, yang punah itu bukan elitenya, tetapi orang-orangnya. Bukan karena membelakangi Allah, akan tetapi karena waktunya sudah datanga. Kaus ketat yang lebih popular dari kebaya sunda dan kurangnya pemakai bahasa sunda dikalangan orang sunda sendiri. Kita tidak akan mempermasalahkan kaus atau kebayanya, tetapi kesannya. Sebab, kalau model dan bentuknya yang akan dipermasalahkan, apa yang akan kita katakana tentang rok dan blues? Yang bukan asli pakaian sunda tetapi sudah puluhan, bahkan telah ratusan tahun telah menjadi pakaian sehari-hari mojang-mojang sunda?
Sekarang apa yang dikehendaki Ki Sunda?. Ki Sunda dengan karakterisktik seperti digambarkan diatas tidak bisa bercita-cita menjadi bangsa yang termuia diantara bangsa-bangsa, paling sedikit diantara bangsa-bangsa pemilik NKRI tercinta ini. Sekalipun belum sampai ketujuan akhir, perjuangannya sendiri akan memberikan saham yang sangat besar dalam mencapai cita-cita PEMDA Jabar yang hendak menjadikan Jawa Barat Provinsi termaju dalam tahun 2010.
Perjuangan ini tida akan selesai oleh satu generasi. Tetapi segala perolehan satu generasi akan bernilai sangat tinggi bagi generasi-generasi berikutnya, sasaran antara yang kongkrit strategi yang harus dan bisa dicapai oleh generasi sekarang adalah mencegah perang saudara sekecil dan dalam bentuk apa pun, lewat jalan menyamakan persepsi, menyatukan segenap daya dan tenaga, mengordinasikan langkah, dan masing-masing tetap aktif dibidangnya masing-masing. Dengan jiwa Ki Sunda yang sebenarnya.
BAHASA SUNDA
Saméméh asup kana materi poko, leuwih tiheula kuring hayang ngajak para Jawara sunda pikeun henteu ngandeg sarta ajrih terus ngomongkeun sarta memperjuangkeun Ki Sunda. Etnis Sunda lain mecenghul kitu waé, tapi ngahaja diciptakeun ku Allah. Babarengan etnis-etnis séjénna kalawan maksud silih mikawanoh. Anu pang mulia diantara bangsa-bangsa éta nyaeta anu pang Taqwana (QS. 49:13). Jelema sunda mitresna Sunda sarta sagala anu patula-patali pikeun manéhna, mangrupa tanda syukur ka panyiptana. Alatan éta, perjuangan Ki Sunda ngamuliakeun Sunda bisa jadi Ibadah. Ngoréjat manéhna Sunda baris mangrupa hiji kajadian anu badag sarta pasti baris mimiti ti wacana. Ambéh wacana urang bisa jadi kanyataan anu nguntungkeun, lain ngan ngarebutkeun paisan kosong hayu urang arahkan wacana urang kaditu. Hayu urang saruakeun panempo kalawan nyatujuan saha sabenerna anu dimaksud ki Sunda?, keur dina kaayaan kumaha ayeuna ieu, sarta naon anu dipikahayangna?
Digigireun / sabeulah loba ti urang anu geus bisa ngadéngé sarta ngagunakeun kecap “Ki sunda”, loba anu nanya-nanya naha maké gelar “Ki” sarta saha sabenerna ki sunda éta?. “Ki” nyaéta sapaan hormat ka lalaki dewasa, tapi umurna leuwih ngora tinu nyapa. Kuring yakin yén anu mikeun sapaan ieu lain hartosna ngarasa leuwih kolot tapi kalawan tujuan mikahormat.
Aya anu ngomong yén “Ki Sunda” nyaéta sakumna jelema sunda, tapi sabenerna “Ki Sunda” ngabogaan harti husus nyaéta sajumplukan urang sunda anu mitresna sunda sarta memperjuangkeun kamuliaan Sunda. Maranehanana anu leuwih pantes meunangkeun cahara éta, maranéhanana nyaéta elitena Urang Sunda. Saméméh Islam asup ka tatar Sunda, urang sunda geus miboga kayakinan sarta falsafah hirup (Ageman Sunda) anu monoteistis kawas intina ajaran Islam. Mangka lamun Ki Sunda diartikeun minangka elite urang Sunda Anu pantes dipihormat alatan mitresna sarta merjuangkeun kemuliaan Sunda minangka tanda syukur kanu nyipta, Éta pisan Ki Sunda.
Sedengkeun kaayaan ki sunda ayeuna nyaéta ampir punah, anu punah éta lain elitena, tapi jalma-jalmana. Lain alatan nukangan Alloh, tapi alatan waktuna geus datang. Kaus heureut anu leuwih popular ti kabaya sunda sarta kurangna pamaké basa sunda digolongan jelema sunda sorangan. Urang moal mempermasalahkeun kaus atawa kabayana, tapi gambaranana. Sabab, lamun modél sarta bentukna anu baris dipermasalahkeun, naon anu baris urang katakana ngeunaan rok sarta blues? Anu lain pituin pakéan sunda tapi geus puluhan, komo geus ratusan warsih geus jadi pakéan sapopoé mojang-mojang sunda?
Ayeuna naon anu dipikahayang Ki Sunda?. Ki Sunda kalawan karakterisktik kawas digambarkeun diluhur henteu bisa bercita-cita jadi bangsa anu termulia diantara bangsa-bangsa, pang saeutik diantara bangsa-bangsa nu boga NKRI tercinta ieu. Sekalipun tacan nepi ka katujuan ahir, perjuangannya sorangan baris mikeun saham anu pohara badag dina ngahontal cita-cita PEMDA Jabar anu rék ngajadikeun Jawa Kulon Propinsi termaju dina warsih 2010.
Perjuangan ieu tida baris réngsé ku hiji generasi. Tapi sagala perolehan hiji generasi baris boga nilai pohara luhur pikeun generasi-generasi saterusna, sasaran antara anu kongkrit strategi anu kudu sarta bisa dihontal ku generasi ayeuna nyaéta nyegah perang baraya saleutik sarta dina wangun naon ogé, liwat jalan nyaruakeun persepsi, ngahijikeun sakabéh daya sarta tanaga, ngordinasikeun léngkah, sarta unggal tetep aktip dibidangna séwang-séwangan. Kalawan jiwa Ki Sunda anu sabenerna.

Mengapa Bahasa Sunda Bisa Mati ?

Bahasa adalah sesuatu yang hidup, dan sesuatu yang hidup akan mati. Mengapa bahasa bisa mati? Dua orang sarjana Amerika, Daniel Netle dan Suzzane Romaine, membahas masalah tersebut dalam bukunya “Vanishing Voices”. Menurut penelitian para sarjana tersebut, selama dua abad terakhir ini kemusnahan bahasa kian menghebat. Menurut perkiraan mereka sekarang di dunia ini ada 5.000-6.700 bahasa, dan paling tidak setengahnya akan mati dalam abad ke-21. Sekarang kurang lebih 60% dari bahasa yang masih ada dalam kondisi penuh resiko. Menurt para sarjana bahasa, bahasa mati tidaklah secar alami. Ada sarjana yang menggunakan istilah “Bahasa dibunuh” atau “Bahasa bunuh diri”. Glanville Price dalam bukunya “The Language of Britain” menyebut bahasa inggris sebagai bahasa pembunuh. Bahasa inggris di Brtania raya telah membunuh antara lain Irlandia dan bahasa Kornisy. Dan pembunuhan oleh bahasa Inggris kemudian menyebar ke seluruh Dunia. Bahasa di kepulauan Hawaii misalnya telah musnah digantikan oleh bahasa Inggris. Demikian pula diberbagai tempat lain telah terjadi pembunuhan bahasa oleh bahasa inggris.
Suatu bahsa bisa mati mendadak dan bisa juga melalui proses yang panjang sedikit demi sedikit. Bahasa yang mati mendadak bisa terjadi karena bencana alam, seperti dialami oleh bahasa Tembora dipulau Sumbawa yang pada tahun 1815 semua pecaturnya meninggal dunia akibat letusan gunung brapi. Begitu juga bahasa Yahi, salah satu bahasa orang Indian di Amerika, semua pecaturnya dibasmi oleh bangsa Eropa. Di Australia tadinya ada 250 bahasa suku Aborigin, dan sekarang sudah tidak tersisa lagi. Sekarang bagaimana dengan bahasa sunda?
Dengan analisis Netlle dan Romaine, maka kita melihat bahwa bahasa sunda sekarang sedang dalam proses kematiannya, karena kita saksikan orang Sunda secara perlahan-lahan sedang menjalankan pembunuhan terhadap bahasa sunda sebagai bahasa ibunya. Kita saksikan kian banyak orang sunda ynag tidak mau bercakap-cakap dengan bahasa sunda, walaupun dengan sesame orang sunda. Kita juga saksikan, umumnya kalau orang sunda mau bercakap-cakap tentang hal tertentu lalu beralih kode ke bahasa Indonesia atau bahasa lain. Bahasa Sunda dianggap tidak cukup tepat atau tidak cukup terhormat untuk menyampaikan pikirannya. Mereka lebih suka memakai bahasa Indonesia yang dianggap menjanjikan kemungkinan ekonomis lebih besar atau dengan bahasa Jakarta yang merupakan bahasa metropolitan yang dibayangkan penuh gemerlapan.
Kita juga saksikan bahwa lembaga-lembaga public seperti pengadilan, sekolah, masjid-masjid, pasar, tidak lagi menggunakan bahasa Sunda, atau kian sedikit mempergunakannya. Dan kita saksian terutama d kota-kota besar, orang tua yang keduanya orang sunda, sudah tidak berbahasa sunda lagi dengan anak-anaknya, walaupun misalnya mereka sendiri bercakap-cakap dalam bahasa sunda. Artinya mereka tidak mewariskan bahasa ibunya itu kepada generasi sesudahnya. Semua gejala yang terbiasa terjadi adalah proses kematian bahasa sunda.
Keadaan demikian kalau dibiarkan saja akan berakhir dengan kematian bahasa sunda, kecuali kalau ada perubahan sikap orang sunda sendiri terhadap situasi tersebut. Perubahan sikap terhadap bahasa yang dalam proses kematian, bahkan juga terhadap bahasa yang sudah mati, tidak mustahil dapat menyehatkannya kembali. Apakah kita akan membiarkan bahasa Sunda itu mati?
BAHASA SUNDA
Basa nyaéta hiji hal anu hirup, sarta hiji hal anu hirup baris paeh. Naha basa bisa paeh? Dua urang sarjana Amérika, Daniel Netle sarta Suzzane Romaine, ngabahas masalah kasebut dina bukuna “Vanishing Voices”. Nurutkeun panalungtikan para sarjana kasebut, salila dua abad pamungkas ieu kamusnahan basa beuki hebat. Nurutkeun perkiraan maranéhanana ayeuna di dunya ieu aya 5.000-6.700 basa, sarta sahenteuna satengahna baris paeh dina abad ke-21. Ayeuna kurang leuwih 60% ti basa anu masih aya dina kaayaan pinuh resiko. ceuk para sarjana basa, basa mati teu pisan-pisan sacara alami. Aya sarjana anu ngagunakeun istilah “Basa dipaehan” atawa “Basa bunuh diri”. Glanville Price dina bukuna “The Language of Britain” nyebutkeun basa inggris minangka basa pembunuh. Basa inggris di Brtania raya geus maéhan antara séjén Irlandia sarta basa Kornisy. Sarta pembunuhan ku basa Inggris saterusna nyebar ka sakumna Dunya. Basa di kapuloan Hawaii contona geus musnah digantikeun ku basa Inggris. Kitu ogé disagala rupa tempat séjén geus lumangsung pembunuhan basa ku basa inggris. Hiji bahsa bisa mati dumadakan sarta bisa ogé ngaliwatan prosés anu panjang saeutik demi saeutik. Basa anu mati dumadakan bisa lumangsung alatan musibah alam, kawas dialaman ku basa Tembora dipulo Sumbawa anu dina warsih 1815 kabéh pecaturnya maot alatan letusan gunung brapi. Kitu ogé basa Yahi, salah sahiji basa urang Indian di Amérika, kabéh pecaturnya dibasmi ku bangsa Éropa. Di Australia tadina aya 250 basa suku Aborigin, sarta ayeuna geus henteu cangkaruk deui. Ayeuna kumaha kalawan basa sunda?
Kalawan analisis Netlle sarta Romaine, mangka urang nempo yén basa sunda ayeuna keur dina prosés maotna, alatan urang saksian urang Sunda sacara perlahan-lahan keur ngajalankeun pembunuhan ka basa sunda minangka basa indungna. Urang saksian beuki loba jelema sunda nu henteu daék ngobrol kalawan basa sunda, sanajan kalawan sesame jelema sunda. Urang ogé saksian, umumna lamun jelema sunda daék ngobrol ngeunaan hal nu tangtu tuluy pindah kode ka basa Indonésia atawa basa séjén. Basa Sunda dianggap teu mahi pas atawa teu mahi dipihormat pikeun nepikeun pikiranana. Maranéhanana leuwih resep maké basa Indonésia anu dianggap ngajangjian jigana ekonomis leuwih badag atawa kalawan basa Jakarta anu mangrupa basa metropolitan anu dibayangkeun pinuh gemerlapan.
Urang ogé saksian yén lembaga-lembaga public kawas pangadilan, sakola, masjid-masjid, pasar, henteu deui ngagunakeun basa Sunda, atawa beuki saeutik mempergunakannya. Sarta urang saksian utamana d dayeuh-dayeuh badag, kolot anu duanana urang sunda, geus henteu berbahasa sunda deui kalawan barudakna, sanajan contona maranéhanana sorangan ngobrol dina basa sunda. Hartina maranéhanana henteu ngawariskeun basa indungna éta ka generasi satutasna. Kabéh gejala anu biasa lumangsung nyaéta prosés pati basa sunda.
Kaayaan kitu lamun diingkeun waé baris lekasan kalawan pati basa sunda, kajaba lamun aya parobahan dangong jelema sunda sorangan ka kaayaan kasebut. Parobahan dangong ka basa anu dina prosés pati, komo ogé ka basa anu geus mati, henteu mustahil bisa nyageurkeun manéhna balik. Naha urang baris ngantep basa Sunda éta paeh?

Sejarah Suku SUNDA

ROGER L. DIXON
Pada tahun 1998, suku Sunda berjumlah lebih kurang 33 juta jiwa, kebanyakan dari mereka hidup di Jawa Barat. Diperkirakan 1 juta jiwa hidup di propinsi lain. Berdasarkan sensus tahun 1990 didapati bahwa Jawa Barat memiliki populasi terbesar dari seluruh propinsi yang ada di Indonesia yaitu 35,3 juta orang. Demikian pula penduduk kota mencapai 34,51%, suatu jumlah yang cukup berarti yang dapat dijangkau dengan berbagai media. Kendatipun demikian, suku Sunda adalah salah satu kelompok orang yang paling kurang dikenal di dunia. Nama mereka sering dianggap sebagai orang Sudan di Afrika dan salah dieja dalam ensiklopedi. Beberapa koreksi ejaan dalam komputer juga mengubahnya menjadi Sudanese.
Sejarah singkat pra-abad 20 ini dimaksudkan untuk memperkenalkan orang Sunda di Jawa Barat kepada kita yang melayani di Indonesia. Pada abad ini, sejarah mereka telah terjalin melalui bangkitnya nasionalisme yang akhirnya menjadi Indonesia modern.
SISTEM KEPERCAYAAN MULA-MULA
Suku Sunda tidak seperti kebanyakan suku yang lain, dimana suku Sunda tidak mempunyai mitos tentang penciptaan atau catatan mitos-mitos lain yang menjelaskan asal mula suku ini. Tidak seorang pun tahu dari mana mereka datang, juga bagaimana mereka menetap di Jawa Barat. Agaknya pada abad-abad pertama Masehi, sekelompok kecil suku Sunda menjelajahi hutan-hutan pegunungan dan melakukan budaya tebas bakar untuk membuka hutan. Semua mitos paling awal mengatakan bahwa orang Sunda lebih sebagai pekerja-pekerja di ladang daripada petani padi.
Kepercayaan mereka membentuk fondasi dari apa yang kini disebut sebagai agama asli orang Sunda. Meskipun tidak mungkin untuk mengetahui secara pasti seperti apa kepercayaan tersebut, tetapi petunjuk yang terbaik ditemukan dalam puisi-puisi epik kuno (Wawacan) dan di antara suku Badui yang terpencil. Suku Badui menyebut agama mereka sebagai Sunda Wiwitan [orang Sunda yang paling mula-mula]. Bukan hanya suku Badui yang hampir bebas sama sekali dari elemen- elemen Islam (kecuali mereka yang ditentukan ada lebih dari 20 tahun yang lalu), tetapi suku Sunda juga memperlihatkan karakteristik Hindu yang sedikit sekali. Beberapa kata dalam bahasa Sansekerta dan Hindu yang berhubungan dengan mitos masih tetap ada. Dalam monografnya, Robert Wessing mengutip beberapa sumber yang menunjukkan suku Sunda secara umum, “The Indian belief system did not totally displace the indigenous beliefs, even at the court centers.”[1] Berdasarkan pada sistem tabu, agama suku Badui bersifat animistik. Mereka percaya bahwa roh-roh yang menghuni batu-batu, pepohonan, sungai dan objek tidak bernyawa lainnya. Roh-roh tersebut melakukan hal-hal yang baik maupun jahat, tergantung pada ketaatan seseorang kepada sistem tabu tersebut. Ribuan kepercayaan tabu digunakan dalam setiap aspek kehidupan sehari-hari.
PENGARUH HINDUISME
Tidak seorang pun yang tahu kapan persisnya pola-pola Hindu mulai berkembang di Indonesia, dan siapa yang membawanya. Diakui bahwa pola- pola Hindu tersebut berasal dari India; mungkin dari pantai selatan. Tetapi karakter Hindu yang ada di Jawa menimbulkan lebih banyak pertanyaan daripada jawabannya. Misalnya, pusat-pusat Hindu yang utama, bukan di kota-kota dagang di daerah pesisir tetapi lebih di pedalaman. Tampaknya jelas bahwa ide-ide keagamaanlah yang telah menaklukkan pemikiran orang pribumi, bukan tentara. Sebuah teori yang berpandangan bahwa kekuatan para penguasa Hindu/India telah menarik orang-orang Indonesia kepada kepercayaan-kepercayaan roh magis agama Hindu. Entah bagaimana, banyak aspek dari sistem kepercayaan Hindu diserap ke dalam pemikiran orang Sunda dan juga Jawa.
Karya sastra Sunda yang tertua yang terkenal adalah Caritha Parahyangan. Karya ini ditulis sekitar tahun 1000 dan mengagungkan raja Jawa Sanjaya sebagai prajurit besar. Sanjaya adalah pengikut Shivaisme sehingga kita tahu bahwa iman Hindu telah berurat dan berakar dengan kuat sebelum tahun 700. Sangat mengherankan, kira-kira pada waktu ini, agama India kedua, Budhisme, membuat penampilan pemunculan dalam waktu yang singkat. Tidak lama setelah candi-candi Shivaisme dibangun di dataran tinggi Dieng di Jawa Tengah, monumen Borobudur yang indah sekali dibangun dekat Yogyakarta ke arah selatan. Candi Borobudur adalah monumen Budha yang terbesar di dunia. Diperkirakan agama Budha adalah agama resmi Kerajaan Syailendra di Jawa Tengah pada tahun 778 sampai tahun 870. Hinduisme tidak pernah digoyahkan oleh bagian daerah lain di pulau Jawa dan tetap kuat hingga abad 13. Struktur kelas yang kaku berkembang di dalam masyarakat. Pengaruh Sansekerta menyebar luas ke dalam bahasa masyarakat di pulau Jawa. Gagasan tentang ketuhanan dan kedudukan sebagai raja dikaburkan sehingga keduanya tidak dapat dipisahkan.
Di antara orang Sunda dan juga orang Jawa, Hinduisme bercampur dengan penyembahan nenek moyang kuno. Kebiasaan perayaan hari-hari ritual setelah kematian salah seorang anggota keluarga masih berlangsung hingga kini. Pandangan Hindu tentang kehidupan dan kematian mempertinggi nilai ritual-ritual seperti ini. Dengan variasi-variasi yang tidak terbatas pada tema mengenai tubuh spiritual yang hadir bersama-sama dengan tubuh natural, orang Indonesia telah menggabungkan filsafat Hindu ke dalam kondisi-kondisi mereka sendiri. J. C. van Leur berteori bahwa Hinduisme membantu mengeraskan bentuk-bentuk kultural suku Sunda. Khususnya kepercayaan magis dan roh memiliki nilai absolut dalam kehidupan orang Sunda. Salah seorang pakar adat istiadat Sunda, Prawirasuganda, menyebutkan bahwa angka tabu yang berhubungan dengan seluruh aspek penting dalam lingkaran kehidupan perayaan-perayaan suku Sunda sama dengan yang ada dalam kehidupan suku Badui.
PENGARUH ORANG JAWA
Menurut Bernard Vlekke, sejarawan terkenal, Jawa Barat merupakan daerah yang terbelakang di pulau Jawa hingga abad 11. Kerajaan-kerajaan besar bangkit di Jawa Tengah dan Jawa Timur namun hanya sedikit yang berubah di antara suku Sunda. Walaupun terbatas, pengaruh Hindu di antara orang-orang Sunda tidak sekuat pengaruhnya seperti di antara orang-orang Jawa. Kendatipun demikian, sebagaimana tidak berartinya Jawa Barat, orang Sunda memiliki raja pada zaman Airlangga di Jawa Timur, kira-kira tahun 1020. Tetapi raja-raja Sunda semakin berada di bawah kekuasaan kerajaan-kerajaan Jawa yang besar. Kertanegara (1268-92) adalah raja Jawa pada akhir periode Hindu di Indonesia. Setelah pemerintahan Kertanegara, raja-raja Majapahit memerintah hingga tahun 1478 tetapi mereka tidak penting lagi setelah tahun 1389. Namun, pengaruh Jawa ini berlangsung terus dan memperdalam pengaruh Hinduisme terhadap orang Sunda.
PAJAJARAN DEKAT BOGOR
Pada tahun 1333, hadir kerajaan Pajajaran di dekat kota Bogor sekarang. Kerajaan ini dikalahkan oleh kerajaan Majapahit di bawah pimpinan perdana menterinya yang terkenal, Gadjah Mada. Menurut cerita romantik Kidung Sunda, putri Sunda hendak dinikahkan dengan Hayam Wuruk, raja Majapahit. Namun, Gadjah Mada menentang pernikahan ini dan setelah orang-orang Sunda berkumpul untuk acara pernikahan, ia mengubah persyaratan. Ketika raja dan para bangsawan Sunda mendengar bahwa sang putri hanya akan menjadi selir dan tidak akan ada pernikahan seperti yang telah dijanjikan, mereka berperang melawan banyak rintangan tersebut hingga semuanya mati. Meski permusuhan antara Sunda dan Jawa berlangsung selama bertahun-tahun setelah episode ini (dan mungkin masih berlangsung), tetapi pengaruh yang diberikan oleh orang Jawa tidak pernah berkurang terhadap orang Sunda.
Hingga saat ini, Kerajaan Pajajaran dianggap sebagai kerajaan Sunda tertua. Sungguhpun kerajaan ini hanya berlangsung selama tahun 1482-1579, banyak kegiatan dari para bangsawannya dikemas dalam legenda. Siliwangi, raja Hindu Pajajaran, digulingkan oleh komplotan antara kelompok Muslim Banten, Cirebon dan Demak, dalam persekongkolan dengan keponakannya sendiri. Dengan jatuhnya Siliwangi, Islam mengambil alih kendali atas sebagian besar wilayah Jawa Barat. Faktor kunci keberhasilan Islam adalah kemajuan kerajaan Demak dari Jawa Timur ke Jawa Barat sebelum tahun 1540. Dari sebelah timur menuju ke barat, Islam menembus hingga ke Priangan (dataran tinggi bagian tengah) dan mencapai seluruh Sunda.
KEMAJUAN ISLAM
Orang Muslim telah ada di Nusantara pada awal tahun 1100 namun sebelum Malaka yang berada di selat Malaya menjadi kubu pertahanan Muslim pada tahun 1414, pertumbuhan agama Islam pada masa itu hanya sedikit. Aceh di Sumatra Utara mulai mengembangkan pengaruh Islamnya kira-kira pada 1416. Sarjana-sarjana Muslim menahan tanggal kedatangan Islam ke Indonesia hingga hampir ke zaman Muhammad. Namun beberapa peristiwa yang mereka catat mungkin tidak penting.
Kedatangan Islam yang sebenarnya tampaknya terjadi ketika misionaris Arab dan Persia masuk ke pulau Jawa pada awal tahun 1400 dan lambat laun memenangkan para mualaf di antara golongan yang berkuasa.
KEJATUHAN MAJAPAHIT
Sebelum 1450, Islam telah memperoleh tempat berpijak di istana Majapahit di Jawa Timur. Van Leur memperkirakan hal ini ditolong oleh adanya disintegrasi budaya Brahma di India. Surabaya (Ampel) menjadi pusat belajar Islam dan dari sana para pengusaha Arab yang terkenal meluaskan kekuasaan mereka. Jatuhnya kerajaan Jawa yaitu kerajaan Majapahit pada tahun 1468 dikaitkan dengan intrik dalam keluarga raja karena fakta bahwa putra raja, Raden Patah masuk Islam. Tidak seperti pemimpin-pemimpin Hindu, para misionaris Islam mendorong kekuatan militer supaya memperkuat kesempatan-kesempatan mereka. Memang tidak ada tentara asing yang menyerbu Jawa dan memaksa orang untuk percaya. Namun dipergunakan kekerasan untuk membuat para penguasa menerima iman Muhammad. Baik di Jawa Timur maupun Jawa Barat, pemberontakan dalam keluarga-keluarga raja digerakkan oleh tekanan militer Islam. Ketika para bangsawan berganti keyakinan, maka rakyat akan ikut. Meskipun demikian, kita harus mengingat apa yang ditunjukkan Vlekke bahwa perang-perang keagamaan jarang terjadi di sepanjang sejarah Jawa.
KERAJAAN DEMAK
Raden Patah menetap di Demak yang menjadi kerajaan Islam pertama di Jawa. Ia mencapai puncak kekuasaannya menjelang 1540 dan pada waktunya menaklukkan suku-suku hingga ke Jawa Barat. Bernard Vlekke mengatakan bahwa Demak mengembangkan wilayahnya hingga Jawa Barat karena politik Jawa tidak begitu berkepentingan dengan Islam. Pada waktu itu, Sunan Gunung Jati, seorang pangeran Jawa, mengirim putranya Hasanudin dari Cirebon untuk mempertobatkan orang-orang Sunda secara ekstensif. Pada 1526, baik Banten maupun Sunda Kelapa (Jakarta) berada di bawah kontrol Sunan Gunung Jati yang menjadi sultan Banten pertama. Penjajaran Cirebon dengan Demak ini telah menyebabkan Jawa Barat berada di bawah kekuasaan Islam. Pada kuartal kedua abad 16, seluruh pantai utara Jawa Barat berada di bawah kekuasaan pemimpin-pemimpin Islam dan penduduknya telah menjadi Muslim.[2] Karena menurut data statistik penduduk tahun 1780 terdapat kira-kira 260.000 jiwa di Jawa Barat, dapat kita asumsikan bahwa pada abad ke-16 jumlah penduduk jauh lebih sedikit. Ini memperlihatkan bahwa Islam masuk ketika orang-orang Sunda masih merupakan suku kecil yang berlokasi terutama di pantai- pantai dan di lembah-lembah sungai seperti Ciliwung, Citarum dan Cisadane.
NATUR ISLAM
Ketika Islam masuk ke Sunda, memang ditekankan lima pilar utama agama namun dalam banyak bidang yang lain dalam pemikiran keagamaan, sinkretisme berkembang dengan cara pandang orang Sunda mula-mula. Sejarawan Indonesia Soeroto yakin bahwa Islam dipersiapkan untuk hal ini di India. “Islam yang pertama-tama datang ke Indonesia mengandung banyak unsur filsafat Iran dan India. Namun justru komponen-komponen merekalah yang mempermudah jalan bagi Islam di sini.”[3] Para sarjana yakin bahwa Islam menerima kalau adat istiadat yang menguntungkan masyarakat harus dipertahankan. Dengan demikian Islam bercampur banyak dengan Hindu dan adat istiadat asli masyarakat. Perkawinan beberapa agama ini biasa disebut “agama Jawa.” Akibat percampuran Islam dengan sistem kepercayaan majemuk (yang belakangan ini sering disebut aliran kebatinan) memberi deskripsi akurat terhadap kekompleksan agama di antara sukui Sunda saat ini.
KOLONIALISME BELANDA
Sebelum kedatangan Belanda di Indonesia pada 1596, Islam telah menjadi pengaruh yang dominan di antara kaum ningrat dan pemimpin masyarakat Sunda dan Jawa. Secara sederhana, Belanda berperang dengan pusat-pusat kekuatan Islam untuk mengontrol perdagangan pulau dan hal ini menciptakan permusuhan yang memperpanjang konflik perang Salib masuk ke arena Indonesia. Pada 1641, mereka mengambil alih Malaka dari Portugis dan memegang kontrol atas jalur-jalur laut. Tekanan Belanda terhadap kerajaan Mataram sangat kuat hingga mereka mampu merebut hak- hak ekonomi khusus di daerah pegunungan (Priangan) Jawa Barat. Sebelum 1652, daerah-daerah besar Jawa Barat merupakan persediaan mereka. Ini mengawali 300 tahun eksploitasi Belanda di Jawa Barat yang hanya berakhir pada saat Perang Dunia kedua.
Peristiwa-peristiwa pada abad 18 menghadirkan serangkaian kesalahan Belanda dalam bidang sosial, politik dan keagamaan. Seluruh dataran rendah Jawa Barat menderita di bawah persyaratan-persyaratan yang bersifat opresif yang dipaksakan oleh para penguasa lokal. Contohnya adalah daerah Banten. Pada tahun 1750, rakyat mengadakan revolusi menentang kesultanan yang dikendalikan oleh seorang wanita Arab, Ratu Sjarifa. Menurut Ayip Rosidi, Ratu Sjarifa adalah kaki tangan Belanda. Namun, Vlekke berpendapat bahwa “Kiai Tapa,” sang pemimpin adalah seorang Hindu dan bahwa pemberontakan itu lebih diarahkan kepada pemimpin-pemimpin Islam daripada kolonialis Belanda. (Sulit untuk melakukan rekonstruksi sejarah dari beberapa sumber karena masing- masing golongan memiliki kepentingan sendiri yang mewarnai cara pencatatan kejadian.)
AGAMA BUKANLAH ISU HINGGA TAHUN 1815
Selama 200 tahun pertama Belanda memerintah di Indonesia, sedikit masalah yang dikaitkan dengan agama. Hal ini terjadi karena secara praktis Belanda tidak melakukan apa-apa untuk membawa kekristenan kepada penduduk asli. Hingga tahun 1800, ada “gereja kompeni” yakni “gereja” yang hanya namanya saja karena hanya berfungsi melayani kebutuhan para pekerja Belanda di East India Company. Badan ini mengatur seluruh kegiatan Belanda di kepulauan Indonesia. Hingga abad 19 tidak ada sekolah bagi anak-anak pribumi sehingga rakyat tidak mempunyai cara untuk mendengar Injil.
Pada pergantian abad 19, East India Company gulung tikar dan Napoleon menduduki Belanda. Pada 1811, Inggris menjadi pengurus Dutch East Indies. Salah satu inisiatif mereka adalah membuka negeri ini terhadap kegiatan misionaris. Walaupun terjadi peristiwa penting ini, hanya sedikit yang dilakukan di Jawa hingga pertengahan abad tersebut. Kendati demikian, beberapa fondasi telah diletakkan di Jawa Timur dan Jawa Tengah yang menjadi model bagi pekerjaan di antara orang Sunda.
SISTEM BUDAYA
Kesalahan politik yang paling terkenal yang dilakukan Belanda dimulai pada tahun 1830. Kesalahan politik ini disebut sebagai Sistem Budaya namun sebenarnya lebih tepat jika disebut sistem perbudakan. Sistem ini mengintensifkan usaha-usaha pemerintah untuk menguras hasil bumi yang lebih banyak yang dihasilkan dari tanah ini. Sistem budaya ini memeras seperlima hasil tanah petani sebagai pengganti pajak. Dengan mengadakan hasil panen yang baru seperti gula, kopi dan teh, maka lebih besar lagi tanah pertanian yang diolahnya. Pengaruh ekonomi ke pedesaan bersifat dramatis dan percabangan sosialnya penting. Melewati pertengahan abad, investasi swasta di tanah Jawa Barat mulai tumbuh dan mulai muncul perkebunan-perkebunan. Tanah diambil dari tangan petani dan diberikan kepada para tuan tanah besar. Menjelang 1870, hukum agraria dipandang perlu untuk melindungi hak-hak rakyat atas tanah.
PERTUMBUHAN POPULASI DI JAWA
Pada tahun 1851, di Jawa Barat suku Sunda berjumlah 786.000 jiwa dan orang Eropa berjumlah 217 jiwa. Dalam jangka waktu 30 tahun jumlah penduduk menjadi dua kali lipat. Priangan menjadi titik pusat perdagangan barang yang disertai arus penguasa dari Barat serta imigran-imigran Asia (kebanyakan orang Tionghoa). Pada awal abad 19, diperkirakan bahwa sepertujuh atau seperdelapan pulau Jawa merupakan hutan dan tanah kosong. Pada tahun 1815, seluruh Jawa dan Madura hanya memiliki 5 juta penduduk. Angka tersebut bertambah menjadi 28 juta menjelang akhir abad tersebut dan mencapai 108 juta pada tahun 1990. Pertumbuhan populasi di antara orang Sunda mungkin merupakan faktor non religius yang paling penting dalam sejarah mereka.
KONSOLIDASI PENGARUH ISLAM
Karena lebih banyak tanah yang dibuka dan perkampungan-perkampungan baru bermunculan, Islam mengirim guru-guru untuk tinggal bersama-sama dengan masyarakat sehingga pengaruh Islam bertambah di setiap habitat orang Sunda. Guru-guru Islam bersaing dengan Belanda untuk mengontrol kaum ningrat guna menjadi pemimpin di antara rakyat. Menjelang akhir abad, Islam diakui sebagai agama resmi masyarakat Sunda. Kepercayaan-kepercayaan yang kuat terhadap banyak jenis roh dianggap sebagai bagian dari Islam. Kekristenan, yang datang ke tanah Sunda pada pertengahan abad memberikan dampak yang sedikit saja kepada orang-orang di luar kantong Kristen Sunda yang kecil.
REFORMASI ABAD 20
Kisah dari abad ini dimulai dengan reformasi di banyak bidang. Pemerintah Belanda mengadakan Kebijakan Etis (Ethical Policy) pada tahun 1901, karena dipengaruhi oleh kritik yang tajam di berbagai bidang. Reformasi ini terutama terjadi dalam bidang ekonomi, meliputi perkembangan bidang pertanian, kesehatan dan pendidikan. Rakyat merasa diasingkan dari tradisi ningrat mereka sendiri dan Islam menjadi jurubicara mereka menentang ekspansi imperialistik besar yang sedang berlangsung di dunia melalui serangan ekonomi negara-negara Eropa. Islam merupakan salah satu agama utama yang mencoba menyesuaikan diri dengan dunia modern. Gerakan reformator yang dimulai di Kairo pada tahun 1912 diekspor ke mana-mana. Gerakan ini menciptakan dua kelompok utama di Indonesia. Kelompok tersebut adalah Sareket Islam yang diciptakan untuk sektor perdagangan dan bersifat nasionalis. Kelompok yang lain adalah Muhammadiyah yang tidak bersifat politik namun berjuang memenuhi kebutuhan rakyat akan pendidikan, kesehatan dan keluarga.
TIDAK ADA KARAKTERISTIK SEJARAH SUNDA
Apa yang menonjol dalam sejarah orang Sunda adalah hubungan mereka dengan kelompok-kelompok lain. Orang Sunda hanya memiliki sedikit karakteristik dalam sejarah mereka sendiri. Ayip Rosidi menguraikan lima rintangan yang menjadi alasan sulitnya mendefinisikan karakter orang Sunda. Di antaranya, ia memberikan contoh orang Jawa sebagai satu kelompok orang yang memiliki identitas jelas, bertolak belakang dengan orang-orang Sunda yang kurang dalam hal ini.
Secara historis, orang Sunda tidak memainkan suatu peranan penting dalam urusan-urusan nasional. Beberapa peristiwa yang sangat penting telah terjadi di Jawa Barat namun biasanya peristiwa-peristiwa tersebut bukanlah kejadian yang memiliki karakteristik Sunda. Hanya sedikit orang Sunda yang menjadi pemimpin baik dalam hal konsepsi maupun implementasi dalam aktivitas-aktivitas nasional. Memang banyak orang Sunda yang dilibatkan dalam berbagai peristiwa pada abad 20, namun secara statistik dikatakan, mereka tidak begitu berarti. Pada abad ini, sejarah orang Sunda pada hakekatnya merupakan sejarah orang Jawa.
ORIENTASI KEAGAMAAN ABAD 20
Agama di antara orang Sunda adalah seperti bentuk-bentuk kultural mereka yang lain. Pada umumnya, mencerminkan agama orang Jawa. Perbedaan yang penting adalah kelekatan yang lebih kuat kepada Islam dibanding dengan apa yang dapat kita temukan di antara orang Jawa. Walaupun kelekatan ini tidak sedahsyat rakyat Madura atau Bugis, namun cukup penting untuk mendapat perhatian khusus bila kita melihat sejarah orang Sunda.
Salah satu aspek sangat penting dalam agama-agama orang Sunda adalah dominasi kepercayaan-kepercayaan pra-Islam. Kepercayaan itu merupakan fokus utama dari mitos dan ritual dalam upacara-upacara dalam lingkaran kehidupan orang Sunda. Upacara-upacara tali paranti (tradisi-tradisi dan hukum adat) selalu diorientasikan terutama di seputar penyembahan kepada Dewi Sri (Nyi Pohaci Sanghiang Sri). Kekuatan roh yang penting juga adalah Nyi Roro Kidul, tetapi tidak sebesar Dewi Sri. Ia adalah ratu laut selatan sekaligus pelindung semua nelayan. Di sepanjang pantai selatan Jawa, rakyat takut dan selalu memenuhi tuntutan dewi ini hingga sekarang. Contoh lain adalah Siliwangi. Siliwangi adalah kuasa roh yang merupakan kekuatan dalam kehidupan orang Sunda. Ia mewakili kuasa teritorial lain dalam struktur kosmologis orang Sunda.
MANTERA-MANTERA MAGIS
Dalam penyembahan kepada ilah-ilah ini, sistem mantera magis juga memainkan peran utama berkaitan dengan kekuatan-kekuatan roh. Salah satu sistem tersebut adalah Ngaruat Batara Kala yang dirancang untuk memperoleh kemurahan dari dewa Batara Kala dalam ribuan situasi pribadi. Rakyat juga memanggil roh-roh yang tidak terhitung banyaknya termasuk arwah orang yang telah meninggal dan juga menempatkan roh-roh (jurig) yang berbeda jenisnya. Banyak kuburan, pepohonan, gunung- gunung dan tempat-tempat serupa lainnya dianggap keramat oleh rakyat. Di tempat-tempat ini, seseorang dapat memperoleh kekuatan-kekuatan supernatural untuk memulihkan kesehatan, menambah kekayaan, atau meningkatkan kehidupan seseorang dalam berbagai cara.
DUKUN-DUKUN
Untuk membantu rakyat dalam kebutuhan spiritual mereka, ada pelaksana- pelaksana ilmu magis yang disebut dukun. Dukun-dukun ini aktif dalam menyembuhkan atau dalam praktek-praktek mistik seperti numerology (penomoran). Mereka mengadakan kontak dengan kekuatan-kekuatan supernatural yang melakukan perintah para dukun ini. Beberapa dukun ini akan melakukan black magic tetapi banyaknya adalah jika dianggap sangat bermanfaat bagi orang Sunda. Sejak lahir hingga mati hanya sedikit keputusan penting yang dibuat tanpa meminta pertolongan dukun. Kebanyakan orang mengenakan jimat-jimat di tubuh mereka serta meletakkannya pada tempat-tempat yang menguntungkan dalam harta milik mereka. Beberapa orang bahkan melakukan mantera atau jampi-jampi sendiri tanpa dukun. Kebanyakan aktivitas ini terjadi di luar wilayah Islam dan merupakan oposisi terhadap Islam. Tetapi orang-orang ini tetap dianggap sebagai Muslim.
KESIMPULAN
Memahami orang Sunda pada zaman ini merupakan tantangan yang besar bagi sejarawan, antropolog dan sarjana-sarjana agama. Bahkan sarjana- sarjana Sunda terkemuka segan untuk mencoba melukiskan karakter dan kontribusi rakyat Sunda. Agaknya, melalui berbagai cara, masyarakat Sunda telah terserap ke dalam budaya Indonesia baru 50 tahun yang lalu. Pendapat pribadi saya adalah bahwa kita akan segera mengamati suatu pembaharuan etnis dl antara orang-orang Sunda yang disertai dengan definisi baru tentang apa artinya menjadi orang Sunda.
Catatan Kaki:
1. Cosmology and Social Behavior in a West Java Settlement (Ohio University Center for International Studies, 1978) 16.
2. Edi S. Ekadjati, Masyarakat Sunda dan Kebudayaannya (Jakarta: Girimukti Pasaka, 1984) 93.
3. Indonesia di Tengah-tengah Dunia dari Abad ke Abad Vol. 2 (1978) 177-178.
Sumber : Veritas 1/2 (Oktober 2000), Hlm 203-213
(Oleh : Ruhi Rauhullah Attaqy)

Budaya Sunda antara mitos dan realitas


Kebudayaan sunda termasuk salah satu kebudayaan suku bangsa di Indonesia yang berusia tua. Kebudayaan sunda yang ideal pun kemudian sering dikaitkan sebaga kebudayaan raja-raja sunda atau tokoh yang diidentian dengan raja Sunda. Dalam kaitan ini jadilah sosok Prabu Siliwangi dijadikan sebagai tokoh panutan dan kebanggaan orang sunda karena dianggap sebagai raja yang berhasil, dan mampu memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya.
Kebudayaan sunda kini banyak mendapat gugatan kembali. Pertanyaan tentang eksistensipun sering mencuat ke permukaan. Apakah kebudayaan sunda masih ada? Kalau masih ada, siapakah pemiliknya?. Tentang hal tersebut, bila dikaji dengan tenang, sebenarnya merupakan pertanyaan yang wajar-wajar saja. Mengapa demikian? Jawabannya sederhana, karena kebudayaan sunda dalam kenyataannya saat ini memang seperti kehilangan ruhnya atau setidaknya tidak jelas arah dan tujuannya. Mau dibawa kemana kebudayaan sunda tersebut?

Tidak mengherankan bila semakin lama semakin banyak unsure kebudayaan sunda yang tergilas oleh kebudayaan asing. Sebagai contoh yang paling jelas adalah bahasa sunda yang merupakan bahasa komunitas urang sunda, tampak secara eksplisit semakin jarang digunakan oleh pemiliknya sendiri, khususnya para generasi muda sunda. Lebih memprihatinkan lagi, bahwa menggunakan bahasa sunda dalam komunitasnya sehari-hari terkadang diidentikan dengan ”keterbelakangan” atau “kampungan”, untukng saja tidak mengatakan primitive. Akibatnya, timbul rasa gengsi pada urang sunda untuk menggunakan bahasa sunda dalam pergaulannya sehari-hari. Bahkan rasa “gengsi” ini terkadang ditemukan pula pada mereka yang sebenarnya merupakan pakar di bidang bahasa sunda, termasuk untuk sekedar mengakui dirinya adalah pakar atau berlatar belakang keahlian di bidang bahasa sunda.
Kemampuan kebudayaan sunda untuk melakukan mpbilitas, baik vertical maupun horizontal, dapat dikatakan sangat lemah. Oleh karenanya, jangankan di luar komunitas sunda, di dalam komunitas sendiri, kebudayaan sunda seringkali terasa asing. Sebab itu kebudayaan sunda dapat dikatakan masih rendah sehingga kebudayaan sunda tidak saja jalan di tempat tetapi juga berjalan mundur..
Berkaitan erat dengan dua kemampuan terdahulu, kemampuan tumbuh dan berkembang kebudayaan sunda juga dapat dikatakan memperlihatkan tampilan yang tidak kalah memprihatinkan. Jangankan berbicara paradigm-paradigma baru, itikad untuk melestarikan apa yang telah dimiliki saja dapat dikatakan sangat lemah. Selain itu, kebudayaan sunda pun tampaknya kurang membuka ruang bagi terjadinya regenerasi. Budaya “Kumaha akang”, “teu langkung akang”, dan “Mangga tipayun”, yang demikian kental melingkupi kehidupan sehari-hari urang sunda, dapat dikatakan menjadi salah satu penyebab rntannya budaya sunda dalam proses regenerasi. Akibatnya, jadilah budaya sunda gagap dengan regenerasi.

BAHASA SUNDA
Kabudayaan sunda kaasup salah sahiji kabudayaan suku bangsa di Indonésia anu umurna kolot. Kabudayaan sunda anu idéal ogé saterusna mindeng dikaitkeun jadi kabudayaan raja-raja sunda atawa inohong anu diidentikeun kalawan raja Sunda. Dina kaitan ieu maka aya sosok Prabu Siliwangi dijadikeun minangka inohong panutan sarta kebanggaan jelema sunda alatan dianggap minangka raja anu junun, sarta sanggup mikeun karaharjaan ka rahayatna. Kabudayaan sunda kiwari loba meunang gugatan balik. Patarosan ngeunaan eksistensige mindeng ngajaul ka permukaan. Naha kabudayaan sunda masih aya? Lamun masih aya, saha téa nu bogana?. Ngeunaan hal kasebut, lamun dikaji kalawan tenang, sabenerna mangrupa patarosan anu wajar-wajar waé. Naha kitu? Jawabanna basajan, alatan kabudayaan sunda dina kanyataanana ayeuna memang kawas kaleungitan ruhna atawa sahenteuna henteu écés arah sarta tujuanana. Daék dibawa kamana kabudayaan sunda kasebut?
Henteu matak olohok lamun beuki lila beuki loba unsure kabudayaan sunda anu tergilas ku kabudayaan deungeun. Contona anu pangécésna nyaéta basa sunda anu mangrupa basa komunitas urang sunda, kasampak sacara eksplisit beuki arang dipaké ku nu bogana sorangan, hususna para generasi ngora sunda. Leuwih memprihatinkan deui, yén ngagunakeun basa sunda dina komunitasnya sapopoé sakapeung diidentikan kalawan ”katerbelakangan” atawa “kampungan”, untung waé henteu ngomong primitive. Balukarna, timbul rasa gengsi dina urang sunda pikeun ngagunakeun basa sunda dina pergaulana sapopoé. Komo rasa “gengsi” ieu sakapeung kapanggih ogé dina maranéhanana anu sabenerna mangrupa pakar di widang basa sunda, kaasup pikeun saukur ngaku dirina nyaéta pakar atawa berlatar tukang keahlian di widang basa sunda.
Pangabisa kabudayaan sunda pikeun ngalakonan mobilitas, boh vertikal boh horizontal, bisa disebutkeun pohara lemah. Ku lantaran éta, tong boro di luar komunitas sunda, di jero komunitas sorangan, kabudayaan sunda remen ogé karasaeun deungeun. Sabab éta kabudayaan sunda bisa disebutkeun pendék kénéh ku kituna kabudayaan sunda henteu waé jalan di tempat tapi ogé leumpang mundur..
Patula-patali pageuh kalawan dua pangabisa tiheula, pangabisa tumuwuh sarta ngembang kabudayaan sunda ogé bisa disebutkeun nempokeun tampilan anu henteu éléh memprihatinkeun. Tong boro nyarita paradigma-paradigma anyar, itikad pikeun ngalestarikeun naon anu geus dipiboga waé bisa disebutkeun pohara lemah. Sajaba ti éta, kabudayaan sunda ogé kasampak kurang muka rohang pikeun lumangsungna regenerasi. Budaya “Kumaha akang”, “teu langkung akang”, sarta “Mangga tipayun”, anu kitu kentel dina kahirupan sapopoé urang sunda, bisa disebutkeun jadi salah sahiji cukang lantaran mundurna budaya sunda dina prosés regenerasi. Balukarna, jadi we budaya sunda arap-ap eureup-eup kalawan regenerasi.

Tukang / Patukangan

Anjun = Tukang nyieun parabot tina taneuh
Bujangga = Tukang Nyieun / Nulis carita
candoli = Tukang ngajaga Pabeasan dinu hajat
Gending = Tukang Nyieun parabot Tina Kuningan
Kabayan = Tukang dititah kaditu kadieu
Kamasan = Tukang nyieun pahiasan tina emas
Kuncen = Tukang ngurus kuburan
Legig = Tukang ngasruk dina pamoroan
Malim = Tukang meruhkeun sato galak
Maranggi = Tukang nyieun sarangka keris
Nyarawedi = Tukang ngagosok permata
Pakacar = Tukang ngaladenan / bubujang
paledang = Tukang nyieun parabot tinu tembaga
Palika = Tukang teuleum
Pamatang = Tukang moro ngagunakeun tumbak
Pamayang = Tukang ngala lauk di laut
Panday = Tukang nyieun parabot tina beusi
Panerasan = Tukang nyadap
Paninggaran = Tukang moro ngagunakeun bedil
sarati = Tukang ngusir/ meruhkeun gajah
(Ruhi Rauhullah Attaqy)

Ngaran Anak Sasatoan (Sawareh geus tara di pake dina omongan)

Anak Anjing = Kirik
Anak Bagong = Begu
Anak Buaya = Bocokok
Anak Ucing = Bilatung
Anak Bogo = Cingok
Anak Reungit = Utek-utek
Anak Entog = Titit
Anak Sapi = Pedet
Anak Gajah = Menel
Anak Maung = Juag
Anak Banteng = Bangkanang
Anak Japati = Piyik
Anak Deleg = Boncel
Anak Keuyeup = Bonceret
Anak Kukupu = Hileud
Anak Belut = Kuntit
Anak Lauk = Burayak
Anak Lele = Nanahaon
Anak Kuda = Belo
Anak Monyet = Begog
Anak Kancra = Badak
Anak Banteng = Bangkanang
Anak Hayam = Ciak
Anak Embe = Ceme
Anak Lubang = Leungli
Anak Munding = Eneng
(Ruhi Rauhullah attaqy)

Paribasa SUNDA

1. Atah Anjang = Langka Silih Anjangan
2. Adigung Adiguna = Takabur, Sombong
3. Ambek Nyedek tanaga Midek = Nafsu gede tapi tanaga euweuh
4. Anjing Ngagogogan kalong = Mikahayang Nu lain- lain
5. Adat kakurung ku Iga = Lampah Goreng Hese Leungitna
6. Alak Paul = Jauh Pisan
7. Aki-aki tujuh Mulud= Geus kolot Pisan
8. Ayem Tengtrem = Tenang teu aya kasieun
9. Asa teu Beungeutan = Awahing ku era
10. Anu Borok dirorojok = Nu titeuleum Di Simbeuhan = Mupuas kanu Keur Cilaka
11. Amis = Hade Paroman
12. Aya jurig Tumpak Kuda = aya Milik Nu teu disangka-sangka
13. Aya jalan Komo meuntas = Aya Kahayang aya Nu ngajak
14. Awewe Dulanhg tinande = Awewe nurutkeun kahayang salaki
15. Amis Daging = Babarian Katerap Panyakit
16. Abong Letah teu Tulangan = Sagala dicaritakeun sanajan pikanyeurieun Batur
17. Ari umur Tunggang Gunung, Angen-angen pecat sawed = Ari Umur geus Kolot, ari kahayang jiga Budak ngora
18. Agul Ku Payung Butut = Agul Ku Turunan
19. Aya Pikir Kadua leutik = Aya Kahayang
20. Asa ditonjok Congcot = Ngarasa Bungah Pisan
21. Adean Ku kuda Beureum = Ginding Ku Pakean Meunang Nginjem
22. Birit Aseupan = teu Daek Cicing
23. Biwir Nyiru Rombengeun = Resep Nyaritakeun Rusiah Atawa Kasalahan Batur
24. Bengkung ngariungbongkok ngaronyok = sauyunan, Ngariung Babarengan
25. Beurat Birit = Hese Dititah
26. Bali Geusan Ngajadi = Lemah Cai Kalahiran
27. Balungbang Timur = Nuduhkeun Hate Beresih
28. Bobo Sapanon Carang Sapakan = Aya Kakurangan
29. Bilatung Ninggang dage = Bungah Pisan
30. Batok Bulu eusi Madu = Ninggang Lain Pitempatenana
31. Badak Cihea = Degig
32. Bonteng Ngalawan Kadu = Nu hengker ngalawan Nu Bedas
33. Babalik Pikir = Insap
34. Balik Pepeh = Nu gering teu daek Cicing
35. Balik Ka Temen = Asal banyol Jadi Pasea
36. Buntut Kasiran = Medit
37. Bodo Alewoh = Bodo Tapi Daek tatanya
38. Bodo Kawas kebo = Bodo Kacida
39. Beja mah Beja = Beja Ulah Waka dipercaya
40. Bancang Pakewuh = Pikasusaheun
41. Budak keur meujeuhna Bilatung Dulang = Keur Meujeuhna Beuki dahar
42. Bulu Kapaut = Kabawa kuBatur
43. Balabar Kawat = Beja Nu sumebar
44. Beak Dengkak = sagala ikhtiar geus diusahakeun tapi teu hasil Bae
45. Batan Kapok Galah Gawok = Batan Eureu kalah Maceuh
46. Buruk- Buruk Papan Jati = Hade Goreng dulur Sorangan
47. Cueut Kahareup = Tereh Maot
48. Deukeut- Deukeut Anak Taleus = Deukeut Tapi taya nu nyahoeun
49. Disakompet daunkeun = Disamarutkeun
50. DibejerBeaskeun = Dijentrekeun, Dieceskeun
51. Dog dog Pangewong = Acara Panambah
52. Dibabuk Lalaykeun = Dibabuk Kenca Katuhu
53. Dagang Oncom rancatan Emas = Teu Saimbang
54. Dihin Pinasti Anyar Pinanggih = Papantes Geus ditangtukeun ku Gusti Alloh
55. Dug Hulu Pet Nyawa = Usaha satekah Polah
56. Elmu Ajug = Bisa Mapatahan Batur, Ari Sorangan teu Bisa Ngamalkeun
57. Gantung Denge = Masih dedengeun
58. Ginding Kekempis = Ginding tapi Sakuna Kosong
59. Gede Gunung Panaggeuhan = Boga andeleun, Pedah Boga Dulur Beunghar
60. Garomengmengeun = Taya Kasabaran
61. Galehgeh Gado = Sagala Di Caritakeun
62. Garo Singsat = Pagawean Awewe Dina aya ka teu Panuju
63. Gurat batu = Pageuh Kana Jangji
64. Goong saba Karia = nonjolkeun Maneh sangkan kapake ku dunungan
65. Goong nabeuh Maneh = Ngagulkeun Diri sorangan
66. Getas hareupan = Gancang Nafsu
67. Gindi Pikir Belang Bayah = Goreng Hate
68. Hampang Birit = Daekan Kana Gawe
69. Hambur congcot murah Bacot = Goreng Carek Tapi berehan
70. Heuras geunggerong = Omongana Sugal
71. Hade Gogog Hade Tagog = Jalma Sopan
72. Hutang salaput Hulu = hutangna Kaditu Kadieu
73. Hurung Nangtung Siang leumpang = Nu Beunghar pangabogana dipake
74. Hejo tihang = Sok Pundah Pindah Gawean
75. Harigu Manukeun = Dadana Nyohcor Kahareup
76. Haripeut Ku teuteureuyan = Gampang Ka picot Ku pangbibita
77. Harewos Bojong = Ngaharewos tapi Kadenge Ku Batur
78. Mandap Lanyap = Omongana lemes Tapi ngahina
79. Halodo sataun Lintis Kuhujan sapoe = kahadean mang taun- taun leungit ku kagorengan sakali
80. Heureut Pakeun = Kurang Kaboga
81. Hampang leungeun = gancang tunggal teunggeul
82. Iwak Nantang sujen = Ngadeukeutan Pibahayaeun
83. Inggis Batan Maut Hinis = Paur Pisan
84. Jalma Atah Warah = Teu Narima Didikan Sacukupna
85. Jati Kasilih ku Junti = Pribumi Kaelehkeun Ku Semah
86. Jauh-Jauh Panjang gagang = jauh- jauh teu Beubeunangan
87. Kawas anjing Tutung Buntut = Teu Daek Cicing
88. Kawas Anjing Kadempet Lincar = Gogorowokan Menta Tulung
89. Kawas Bueuk Meunang Mabuk = Ngeluk taya tangan pangawasa atawa jempe teu nyarita
90. Kurung Batok = Tara indit- inditan jauh
91. Kawas Beusi Atah Beuleum = beungeutna Beureum awaning Ambek
92. Kokolot Begog = Budak Pipilueun Kana Urusan Kolot
93. Kawas nu dipupul Bayu = Leuleus taya tangan Pangawasa
94. Kumaha Geletuk Batuna, Kecebur caina = Kumaha Brehna
95. Kejot Borosot = Gampang nyokot kaputusan teu dipikir heula
96. Kabawa ku sakaba- kaba = Kabawa ku nu teu puguh
97. Kahieuman Bangkong = Jiga beunghar Pedah katitipan barang batur
98. Katempuhan Buntut Maung = batur nu boga dosana urang nu katempuhanana
99. Kawas cai dina daun taleus = Taya Tapakna
100. Kawas jogjog mondok = teu daek repeh
101. Kelek jalan = Deuket tapi jalanna taya nu lempeng
102. kawas jaer kasaatan = teu daek cicing
103. kawas gaang katincak = jempe
104. kawas hayam panyambungan = lumbang- limbung teu puguh
105. Kawas kuda leupas tina gedogan = ngarasa bebas
106. Kaciwit kulit kabawa daging = anak nu boga dosana, kolot nu kababawana
107. Kandel kulit beungeut = euweuh kaera
108. Kujang dua pangadekna = pagawean nu maksudna dua cabak
109. Kokoro manggih Mulud = makmak- mekmek
110. kawas kedok bakal = goreng patut pisan
111. kaliung kasiput = loba baraya beunghar
112. kawas kapuk ka ibunan = leuleus taya tangan pangawasa
113. Kalapa Bijil ti cungap = rusiah dicaritakeun sorangan
114. kawas kacang ninggang kajang = nyariatna capetang tur gancang
115. kawas nyoso malarat rosa = malarat pisan
116. Kulak canggeum = milik nu geus ditangtukeun
Ku gusti Allah
117. Kembang Buruan = Budak Nu keur Resep Ulin
118. Kawas leungeun Palid = Uyap ayap teu daek cicing
119. kawas lauk asup kana bubu = hese rek kaluar
120. Kawas merak = beuki kana cengek
“Nu salajengna ke nyusul”
(Ruhie_Taqy)